Daily News|Jakarta – Pada 26 Juli 2001, Hakim Agung, Syafiuddin Kartasasmita terbunuh ditembak orang tidak dikenal di Jakarta. Setelah dilakukan penyelidikan, terkuak fakta mengejutkan keterlibatan Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto, putra bungsu mantan Presiden Soeharto dibalik pembunuhan hakim agung tersebut. Syafiuddin sendiri adalah hakim Agung yang memvonis Tommy Soeharto bersalah tukar guling tanah milik Bulog dengan PT Goro Batara Sakti, perusahaan yang dimiliki Tommy. Tommy dijatuhi hukuman 18 bulan penjara dan denda Rp 30,6 miliar.
Polisi lantas membentuk tim untuk memburu Tommy. Tentu bukan perkara mudah meringkus putra mantan Presiden yang begitu lama berkuasa di Indonesia. Mengutip buku, ” Tito Karnavian dan Sepak Terjang Densus Seri II,” yang disusun Pusat Data dan Analisis Tempo,” tim yang dibentuk untuk memburu Tommy adalah Tim Kobra. Tim inilah yang ditugaskan Khusus untuk menangkap Tommy. Tim Kobra sendiri dipimpin oleh Tito Karnavian. Saat itu Tito berpangkat Komisaris Polisi.
Tim Kobra merupakan tim bagian dari Tim Khusus Anti Teror dan Bom Polda Metro. Tito yang memimpin Tim, saat itu menjabat sebagai Kepala Satuan Reserse Umum. Tim Kobra beranggotakan 23 orang. Personilnya ada yang diambil dari satuan reserse, Brimob dan Sabhara yang punya pengalaman mengungkap kasus-kasus besar.
Dan benar, tak mudah menangkap Tommy. Berbulan-bulan diburu, Tommy tak kunjung bisa diringkus. Tim juga kesulitan melacak keberadaannya. Namun, dengan kesabaran Tim akhirnya bisa mengendus keberadaan Tommy setelah selama berbulan-bulan memelototi tempat-tempat yang ditenggarai jadi persembunyian Tommy.
Tidak hanya itu, Tim Kobra juga melakukan penyadapan pada telepon genggam Tommy. Dari penyadapan itulah titik terang persembunyian Tommy mulai ada titik terang. Ada cerita menarik ketika Tim Kobra memburu Tommy.
Untuk memudahkan pencarian, Tito sebagai kepala tim membagi Tim Kobra menjadi tiga unit. Salah satu unit ditugaskan untuk memelototi sekitaran Jalan Cendana, tempat dimana rumah Soeharto berada. Salah satu anggota tim, AKP M Saleh, sampai harus tidur sebulan lamanya beralaskan tikar plastik di emperan rumah milik anak-anak Soeharto.
Keberadaan Tommy sempat terendus disebuah apartemen kecil yang ada di kawasan Kemang. Tapi saat digerebek, kamar apartemen itu sudah kosong. Sampai kemudian, Tim Kobra mulai mendapat titik terang tempat persembunyian Tommy lainnya. Sebuah rumah di Jalan Maleo Nomor 9, Bintaro dicurigai jadi tempat persembunyian Tommy.
Meski sudah mencurigai Tommy sembunyi di rumah itu, Tito dan Timnya tak langsung menggerebek. Tim sampai harus menempati rumah toko kosong yang berjarak 400 meter dari rumah yang dicurigai untuk mengintai buruannya. Bahkan, untuk memastikan bahwa di rumah itu Tommy sembunyi, pada pagi buta, tujuh jam sebelum penggerebekan, dua anggota tim, Bripka Eko dan Brigadir H Siregar dari kesatuan Brimob berhasil memasang alat penyadap di ventilasi udara ruang utama rumah.
Keduanya berhasil meletakan alat penyadap setelah diam-diam menyelinap kedalam rumah. Baru setelah itu, Tito dan Tim Kobra yakin jika Tommy ada di dalam rumah tersebut. Penyergapan pun dilakukan. Setelah dilakukan penggeledahan dari kamar ke kamar, di salah satu kamar Tommy ditemukan sedang tertidur.
Adalah Inspektur F Danang yang pertama kali menyergap Tommy. Ia yang membangun putra bungsu mantan Presiden Soeharto itu, lalu kemudian menodongnya dengan pistol yang siap tembak. Pelarian Tommy pun berakhir di tangan Tim Kobra pimpinan Tito. Setelah itu, karir Tito kian moncer.