Daily News|Jakarta – Ketua DPD AA LaNyalla Mahmud Mattalitti mengusulkan ambang batas atau ambang batas pencalonan pasangan capres dan cawapres penghapusan. Menurut dia, ada tiga pertanyaan yang harus dijawab terkait presidential threshold.
Pertama, pertanyaan tentang apakah pengaturan ambang batas presiden yang terdapat dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilihan Umum sudah sesuai dengan konstitusi? Mengingat undang-undang wajib derivatif dari konstitusi.
Kedua, apakah pengaturan ambang batas presiden yang ada di Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 sudah sesuai dengan keinganan masyarakat? Mengingat lahirnya undang-undang juga bertujuan untuk mengakomodasi aspirasi masyarakat.
Ketiga, apakah ambang batas presidensial membantu memperkuat sistem presidensiil dan sebaliknya, sebaliknya, memperlemah?
“Yang pertama, apakah ambang batas presiden sesuai dengan konstitusi. Jawabnya adalah tidak. Dan ini bukan hanya jawaban dari saya, tetapi dari semua pakar hukum tata negara mengatakan hal yang sama,” kata LaNyalla dalam keterangannya, Selasa (9/11/2021).
Jumlah Media Jawaban pertanyaan kedua, dia mengatakan presidential threshold mengerdilkan potensi bangsa. Karena sejatinya negeri ini tidak kekurangan calon pemimpin.
Tetapi, kemunculannya digembosi aturan utama yang sekaligus mengurangi pilihan rakyat untuk menemukan pemimpin terbaiknya. Semakin sedikit kandidat yang bertarung, akan semakin memunculkan peluang munculnya pemimpin terbaik,”.
Selain itu, dia menjelaskan adanya presidential threshold partai politik yang memperoleh kursi kecil di DPR atau di bawah 20 persen, pasti tidak berdaya di hadapan partai politik besar, terkait keputusan tentang calon yang akan digunakan.
“Pilihannya hanya satu merapat atau bergabung,” katanya. Jawaban pertanyaan ketiga, menurut dia, sistem presidential threshold justru memperlemah demokrasi dan presidensiil. Karena partai politik besar dan gabungan parpol mendukung presiden terpilih.
“Akibatnya yang terjadi adalah bagi-bagi kekuasaan dan partai politik melalui fraksi di DPR menjadi legitimator kebijakan pemerintah. Termasuk tercepat menyambut kebijakan pemerintah. Termasuk terhadap Perpu atau calon pejabat negara yang menghadiri pemerintah,” katanya. (DJP)
Discussion about this post