Daily News| Semarang- Dana desa kini mekanisme pencairannya diubah. Tidak lagi ditransfer ke rekening pemerintah daerah. Tapi langsung ke rekening milik pemerintah desa. Menurut Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, perubahan mekanisme pencairan dana desa itu untuk memangkas birokrasi. Sehingga dana desa bisa cepat diterima kepala desa.
Diharapkan, dengan dana lebih cepat diterima, kepala desa dan perangkatnya bisa segera memusyawarahkan pengalokasian dana tersebut. Bakal dipakai apa, dan dalam bentuk program apa, dana desa harus jelas. Masyarakatnya desa mesti tahu. Mereka mesti merasakannya. Menikmati dampak dari dana desa tersebut.
Hari Selasa (18/2), Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian berkunjung ke Jawa Tengah. Tepatnya ke Semarang. Mantan Kapolri itu datang ke Jawa Tengah untuk menghadiri Rapat Kerja Penyaluran dan Percepatan Pengelolaan Dana Desa Tahun 2020 yang digelar di Holy Stadium, Komplek Grand Marina, Kota Semarang. Kebetulan Daily News Indonesia dikirim pidato lengkap Menteri Tito.
Ada pernyataan menarik saat Tito berpidato memberi sambutan di acara Rapat Kerja Penyaluran dan Percepatan Pengelolaan Dana Desa Tahun 2020 di Semarang tersebut. Menurut Tito, dalam pidatonya, karena dana desa kini akan langsung ditransfer ke rekening milik pemerintah desa, maka yang dibutuhkan selanjutnya adalah pengawasan. Agar kemudian, penggunaan dana desa itu tepat sasaran. Tidak disalahgunakan. Pertanggungjawabannya pun sesuai aturan. Dan, pengawasan penggunaan dana desa tak semata tanggung jawab Kementerian Dalam Negeri. Semua pihak terkait, mesti ikut terlibat.
” Kita mohon bantuan untuk pengawasan, Kemendagri itu tidak memiliki jaringan seperti TNI dan Polri yang ada sampai di daerah-daerah. Harapan kita adalah Pemda, Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) maupun aparat yang ada di kecamatan, bapak-bapak camat juga kita minta bantuan (ikut mengawasi),” katanya.
Tolong, kata Tito, berikan bimbingan kepada kepala desa dan perangkatnya. Jadilah konsultan bagi aparatur dan kepala desa. Berikan pemahaman dan pengetahuan, agar kepala desa bisa menggunakan dana desa sesuai aturan. Dan tepat sasaran. Karena walau sudah pengalaman di desa, tapi untuk urusan teknis pertanggungjawaban laporan keuangan yang sesuai aturan, kepala desa itu banyak yang belum paham.
” Aarat penegak hukum terutama dari Polri dan TNI yang mmiliki otoritas hukum, kepala desa itu memang dari sisi pengalaman ada yang mungkin bertahun-tahun jadi kepala desa, tapi urusaan admnistrasi pemerintahan, administrasi keuangan, apalagi transfer langsung ini pertama kali dalam sejarah Indonesia, mereka mungkin kurang paham,” ujarnya.
Karena itu lanjut Tito, baik itu APIP atau aparat penegak hukum sampai camat, dalam membantu kepala desa lebih bertindak sebagai konsultan dan ‘adviser’. Bukan jadi ‘pemukul’. Berikan pelajaran, pengetahuan dan bimbingan. Termasuk juga dari
BPKP. Semua harus samakan mindset.
” Karena kalau tidak diajarin ya tak paham, salah. Begitu salah dipanggil sama teman-teman penegak hukum, dipanggil polisi, dipanggil jaksa pada gemetar semua nanti mereka (kepala desa). Setelah gemetar uangnya tidak jalan, tidak beredar di masyarakat. Akibatnya masyarakat yang dirugikan,” kata Tito.
Yang penting, kata dia, dana desa itu tidak dipakai pribadi oleh kepala desa atau perangkat desa. Tapi digunakan benar-benar untuk program padat karya, misalnya. Karena itu sangat penting, pelatihan secara berjenjang da bergilir terus menerus untuk kepala desa dan perangkatnya. Sehingga mereka paham, bagaimana membuat laporan pertanggungjawaban keuangan yang benar. Administrasi pertanggungjawabannya pun jangan bikin pusing kepala desa. Dibuat simpel dan sederhana. Yang penting akuntabel.
” Jadi kalau bisa ada kegiatan pelatihan secara rutin. Tidak usah lama-lama. Jangan terlalu banyak terori, pokoknya ini administrasi pemerintahan, duit dipakai buat apa, lembaran untuk pertanggungjawabannya jangan terlalu ribet bikin saja selembar atau dua lembar tanda tangan ada fotonya, ” ujar Tito.
Discussion about this post