Daily News l Jakarta – Pemerintah akan memberlakukan Undang – undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal (JPH) pada 17 Oktober 2019 mendatang. Pemerintah dikabarkan telah menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 31 tahun 2019 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-undang Nomor 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Diakses dari laman Ombusman RI, Rabu (18/09/19), Anggota Ombudsman Ahmad Suaedi mengatakan, menuju 17 Oktober 2019 banyak yang harus disiapkan secara maraton oleh Kementerian Agama di semua wilayah di Indonesia agar kebijakan yang ada tidak menimbulkan kekisruhan.
Staf Ahli Menteri Agama Bidang Hukum Janedjri M. Gaffar, mengatakan, sertifikasi halal yang nanti akan dimulai pada tanggal 17 Oktober 2019 meliputi makanan dan minuman, produk yang sudah bersertifikat halal sebelumnya dilakukan perpanjangan atau pembaharuan sertifikat, dan produk yang diwajibkan bersertifikat halal oleh perundang-undangan lainnya.
“Baru kemudian dilanjutkan dengan obat, barang, jasa, penyembelihan, penyimpanan, akan diatur secara bertahap,” katanya.
Rencananya, bulan Oktober sudah bisa diketahui besaran tarif sertifikasi halal. Pemerintah juga memberikan beberapa fasilitas kepada para pelaku usaha kecil dan mikro. Misalnya, dalam hal fasilitasi biaya sertifikasi dan fasilitasi penyelia halal oleh BUMN, BUMD, Pemerintah Daerah sebagai wujud keberpihakan Pemerintah kepada pelaku usaha kecil dan mikro.
Kementerian Perdagangan menegaskan, ketentuan pencantuman label dan sertifikat halal terhadap daging impor tetap diberlakukan sesuai aturan perundangan. Pemerintah berkewajiban melindungi konsumen muslim di dalam negeri yang merupakan mayoritas di Indonesia.
Laman Kemendag yang diakses Jumat (13/09/2019) menyebutkan, kewajiban pencantuman label dan sertifikat halal sudah diatur dalam Pasal 4 Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal, dan Pasal 2 PP No. 31 Tahun 2019 Peraturan Pelaksanaan Undang- Undang No 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
“Sertifikat halal tersebut diterbitkan oleh lembaga halal dari luar negeri dan wajib diregistrasi oleh Badan Penyelenggara Jaminan Halal sebelum produk tersebut diedarkan di Indonesia,” kata Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Indrasari Wisnu Wardhana.
Menurut Wisnu, pemenuhan jaminan halal juga dipersyaratkan ketika produk hewan akan diperdagangkan di dalam wilayah NKRI melalui kewajiban pencantuman label halal sebagaimana diatur dalam Pasal 10 PP No. 69 Tahun 1999 Tentang Label dan Iklan Pangan dan Pasal 2 Peraturan BPOM No. 31 Tahun 2018 tentang Label Pangan Olahan.
Selain itu Kementerian Perdagangan juga mempersyaratkan rekomendasi dari Kementerian Pertanian yang mewajibkan pemasukan daging yang memenuhi persyaratan halal. Hal ini diatur dalam Permendag No. 29 Tahun 2019 Pasal 13 ayat (1), ayat (2) serta ayat (3) yang menyebutkan bahwa “importir dalam mengajukan permohonan Persetujuan Impor harus melampirkan persyaratan Rekomendasi dari Kementerian Pertanian”.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan apresiasi kepada Kemendag telah merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 29 Tahun 2019 tentang Ketentuan Ekspor dan Impor Hewan dan Produk Hewan terkait syarat halal. Revisi tersebut dilakukan guna mengakomodasi masuknya satu pasal tambahan terkait pemenuhan kewajiban persyaratan halal bagi produk hewan impor yang dimasukkan ke dalam negeri.
“Tentu akan lebih bagus Permendag direvisi dengan melihat sosial dan budaya orang Indonesia, menginginkan konsumsi daging yang halal. Budaya di Indonesia, produk terutama makanan yang tidak disertai dengan logo halal, dirasa tidak jelas kehalalannya. Sebagai konsumen muslim tentu tidak mau membeli,” ujar Direktur LPPOM Majelis Ulama Indonesia dan Ketua MUI Bidang Pemberdayaan Ekonomi Umat Lukmanul Hakim
Laporan: Samsiyah