Daily News Indonesia | Jakarta – Koordinator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Merah Johansyah berujar bahwa Rancangan Undang-undang (RUU) Omnibus Law bidang kehutanan dan lingkungan yang tengah digodok pemerintah akan menimbulkan daya rusak terhadap lingkungan hidup dan memaksa masyarakat mengungsi.
“Menurut saya, rancangan Omnibus Law akan resmi melakukan pengusiran, peracunan dan akan membentuk pengungsian sosial ekologi kolosal di Indonesia karena akan adanya bencana lingkungan hidup di Indonesia,” ujar dia dalam agenda diskusi ‘Omnibus Law untuk Siapa?’ di Kantor LBH Jakarta, Jalan Diponegoro, Minggu (19/1).
Merah menyampaikan setidaknya terdapat tiga undang-undang yang akan diselaraskan dengan RUU Omnibus Law, yakni Undang-undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, Undang-undang Nomor 32 tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH), dan Undang-undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan.
Menurut dia, akan ada sejumlah perubahan, penghapusan, dan penambahan pasal terhadap tiga Undang-undang tersebut.
Lebih lanjut, Merah berpendapat bahwa RUU Omnibus Law berusaha menghapus tahapan-tahapan produksi ketika perusahaan ingin melakukan pertambangan. Bahkan, pasal yang mengatur pembatasan luasan konsesi hanya 15.000 hektare juga akan dihapus.
Dengan demikian, simpul dia, berbagai perusahaan tambang yang memiliki program hilirisasi akan dengan mudah mengusir masyarakat adat.
“Awalnya kan ada eksplorasi, terus produksi dan seterusnya. Nah, tahapan itu akan dihapus. Pemodal akan untung karena langsung dapat izin jadi satu,” ucap dia.
“Tak hanya itu, masih banyak yang lain. Seperti negara juga tak memiliki kewajiban memungut royalti. Di lain sisi, pengusaha juga enggak wajib bayar royalti. Juga, hilangnya pasal pidana lingkungan ke korporasi yang diubah jadi sanksi administratif. Dan dalam UU Kehutanan bahwa ada alokasi ruang untuk hutan sebesar 30 persen tiap daerah, itu juga dihilangkan,” sambungnya.
Atas dasar itu, ia menilai konsolidasi bersama dalam wadah Gerakan Buruh Bersama Rakyat (Gebrak) yang terdiri dari sejumlah LSM dan organisasi merupakan langkah terakhir untuk mencari keadilan dan kesejahteraan bagi masyarakat Indonesia.
“Saya harap kita bisa bersatu semua menolak dan melawan RUU Omnibus Law,” tandasnya.
Terpisah, Koordinator Eksekutif Pembaharuan Hukum Berbasis Masyarakat dan Ekologis (HuMa) Dahniar Adriani menyebut UU sapu jagat itu mestinya bisa meningkatkan usaha pelestarian lingkungan dan sumber daya alam, tak sekedar memacu investasi.
“Untuk Omnibus Law kembali pekerjaan rumahnya adalah jangan hanya memanfaatkan tapi juga merawat dan melanjutkan. Jangan hanya mengambil sumber daya alam tapi tidak mau menjaga dan berpikir untuk ke depan,” ujarnya.
“Pemerintah harus sadar bahwa peningkatan laju investasi tidak akan selalu berujung peningkatan kesejahteraan rakyat, apalagi jika investasi yang masuk justru menyebabkan konflik sumber daya alam dan bencana ekologis meningkat,” ujar dia.
Dalam berbagai kesempatan, Presiden Jokowi mengaku paket Omnibus Law bertujuan untuk memangkas birokrasi, mempermudah investasi, dan menggerakkan ekonomi. Ia sendiri sudah bertemu dengan pimpinan parpol koalisi untuk membahas percepatan pembahasannya di Dewan. (DJP)
Discussion about this post