Daily News|Jakarta – Kepala Staf Kepresidenan, Moeldoko menegaskan, seluruh pihak pasti tidak menginginkan adanya aksi anarkis, apalagi sampai menimbulkan korban dari kepolisian dan massa pengunjuk rasa. Jajaran aparat keamanan pun memiliki harapan yang sama.
“Kalau terjadi anarkis, sebenarnya kita semua enggak ingin. Sama, polisi juga tidak ingin. Betul-betul tidak ingin. Siapa sih yang mau ada korban?,” kata Moeldoko kepada wartawan di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (25/9).
Moeldoko menyatakan, aksi demonstrasi sebaiknya tidak dipaksakan sampai malam hari. Karena batas kelelahan akan muncul. “Jengkel muncul, marah muncul, akhirnya tidak terkontrol. Aparatnya juga kadang-kadang tidak terkontrol. Sama-sama lelah,” ucap Moeldoko.
Moeldoko mengungkapkan, dirinya lama berada di lapangan ketika masih aktif sebagai prajurit TNI. Moeldoko memahami betul mengenai persoalan psikologi massa. Menurut Moeldoko, psikologi massa mempunyai ambang batas kesabaran.
“Meski aparat udah dilatih, mentalnya udah disiapkan dan seterusnya. Tapi sekali lagi, ambang batas itu bisa muncul, apalagi ini ada prajurit-prajurit baru dari kepolisiaan. Ini juga selalu kita waspadai di lapangan,” ungkap Moeldoko.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) disebut kerap mengingatkan bahwa massa pendemo bukan musuh. Massa aksi hanya ingin mengekspresikan kebebasan berpendapat. Pemerintah tentu sangat menghargai hal itu.
Akan tetapi, Moeldoko menegaskan, unjuk rasa yang terjadi tidak boleh sampai memunculkan aksi anarkis. “Merugikan semuanya. Memunculkan rasa takut bagi semuanya. Mengganggu publik. Ini ruang publik, hak semua orang menikmati,” demikian mantan panglima TNI tersebut.
Moeldoko menambahkan, aparat keamanan yang represif tentunya akan dievaluasi. “Pasti dievaluasi. Anak-anak (aparat keamanan) di lapangan yang melakukan tindakan-tindakan tidak proporsional. Karena perintah Presiden, proporsional dan profesional,” kata Moeldoko.
Discussion about this post