Daily News|Jakarta – Omnibus Law Undang-undang Cipta Kerja menunjukkan sejumlah kejanggalan meskipun telah ditandatangani Presiden Joko Widodo sebagai Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja pada Senin (2/11).
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan salah satu kejanggalan terdapat di pasal 53 ayat (5) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan yang diubah dalam pasal 175 Poin 6 UU Ciptaker.
Pasal 53 UU Administrasi Pemerintahan mengatur soal batas waktu kewajiban pemerintah menindaklanjuti permohonan. Ayat (4) mengatur permohonan dikabulkan secara hukum jika pejabat pemerintahan tak menindaklanjutinya hingga batas waktu berakhir.
Kemudian ayat (5) menyebut ketentuan lebih lanjut diatur lewat peraturan presiden. Namun, ayat (5) salah merujuk ayat. Alih-alih menjelaskan ayat (4), ayat (5) justru merujuk ayat (3) yang mengatur soal sistem pengajuan permohonan secara elektronik.
“Ayat 5 itu harusnya merujuk ayat 4, tapi ditulisnya 3,” kata Bivitri merujuk pada 175 Poin 6 UU Cipta Kerja, kepada CNNIndonesia.com, Selasa (3/11).
Pasal 175 Poin 6 berisi perubahan Pasal 53 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan. Berikut pasal 175 Poin 6 dalam UU Ciptaker yang telah ditandatangani Jokowi:
Pasal 53 (Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan)
(1) Batas waktu kewajiban untuk menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
(2) Jika ketentuan peraturan perundang-undangan tidak menentukan batas waktu kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan wajib menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan dalam waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah permohonan diterima secara lengkap oleh Badan dan/ atau Pejabat Pemerintahan.
(3) Dalam hal permohonan diproses melalui sistem elektronik dan seluruh persyaratan dalam sistem elektronik telah terpenuhi, sistem elektronik menetapkan Keputusan dan/atau Tindakan sebagai Keputusan atau Tindakan Badan atau Pejabat Pemerintahan yang berwenang.
(4) Apabila dalam batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2)’, Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan tidak menetapkan dan/atau melakukan Keputusan dan/atau Tindakan, permohonan dianggap dikabulkan secara hukum.
(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk penetapan Keputusan dan/atau Tindakan yang dianggap dikabulkan secara hukum sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam Peraturan Presiden.
Bivitri berpendapat beragam kejanggalan di dalam UU Ciptaker menunjukkan proses pembuatan yang ugal-ugalan. Ia menilai kesalahan-kesalahan itu bisa menggugurkan undang-undang tersebut.
“Ini menjadi bahan tambahan alasan. Layak dibatalkan menggugurkan semua undang-undang (Ciptaker). Salah satu pasal itu enggak bisa dilaksanakan,” kata Bivitri.
Omnibus Law UU Cipta Kerja disahkan dalam Rapat Paripurna DPR RI, Senin (5/10). Meski telah disahkan, undang-undang itu kerap mengalami perubahan jumlah halaman hingga substansi.
Pada saat disahkan, UU itu berjumlah 905 halaman. Lalu berubah jadi 812 halaman dan 1.187 halaman saat telah sampai di pihak Istana.
Undang-undang setebal 1.187 halaman itu pun telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo. UU itu diunggah di situs resmi Sekretariat Negara pada Senin (2/11) dengan nama Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
CNNIndonesia.com telah menghubungi Sekretaris Kementerian Sekretariat Negara Setya Utama dan Tenaga Ahli Kedeputian Kantor Staf Presiden Donny Gahral Adian untuk mengonfirmasin kejanggalan pasal UU Cipta Kerja yang baru ditandatangani Jokowi kemarin. Namun keduanya belum memberikan merespons. (DJP)
Discussion about this post