Daily News|Jakarta – Kepolisian Daerah Metropolitan Jakarta Raya (Polda Metro Jaya) telah menetapkan dua tersangka penyerang penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi, Novel Baswedan. Dua polisi aktif berinisial RM dan RB itu pun resmi ditahan untuk 20 hari ke depan.
Penetapan tersangka ini terjadi di hari ke-990 setelah Novel diserang pada subuh 11 April 2017. Meski begitu, penetapan dua tersangka penyerang Novel ini dipandang janggal oleh sejumlah pegiat antikorupsi.
Salah satu anggota Tim Advokasi Novel Baswedan, Yati Andriyani menilai penetapan dua polisi aktif sebagai tersangka penyerangan itu terkesan sebagai upaya ‘pasang badan’ untuk menutupi dalang kasus ini.
“Harus dipastikan bahwa yang bersangkutan bukanlah orang yang pasang badan untuk menutupi pelaku yang perannya lebih besar,” kata Yati dalam keterangan tertulisnya pada Jumat, 27 Desember lalu.
Ada lima kejanggalan dalam penetapan tersangka penyerang Novel
Baswedan menurut majalah Tempo. Pertama, Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) ke-3 dan Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) ke-10 tertanggal 23 Desember 2019 yang ditujukan kepada Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Layang yang ditandatangani Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Suyudi Arioseto itu menyebutkan bahwa pelaku penyerang Novel belum diketahui.
Kedua, adanya perbedaan soal pelaku ditangkap atau menyerahkan diri. Informasi yang hingga kini masih simpang siur ihwal apakah pelaku penyerang Novel yang ditangkap atau menyerahkan diri ke polisi.
Ketiga, polisi diangap tak bisa membuktikan tindakan tersangka. Yati Andriyani menilai polisi tak bisa menunjukkan bahwa tersangka adalah benar-benar pelaku penyerangan.
“Apakah ada kaitan antara pengakuan yang bersangkutan dan keterangan saksi-saksi, termasuk sketsa Polri? Apa yang membuktikan yang bersangkutan adalah pelaku dan tidak di-setting untuk pasang badan?” ujar Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) itu.
Keraguan serupa dilontarkan Direktur Lokataru, Haris Azhar. Dia menilai informasi yang disampaikan polisi tidak menunjukkan korelasi dengan fakta, keterangan, dan kesaksian yang sudah ada.
Misalnya, dia menyebut adanya informasi bahwa pelaku menggunakan air aki untuk menyiram Novel. “Apakah sudah dicocokkan dengan catatan dokter? Itu air keras, bukan air aki. Saya khawatir ini justru bagian dari modus penghilangan jejak pertanggungjawaban atas kasus Novel,” kata Haris.
Keempat, adanya perbedaan dengan sketsa terduga pelaku yang dirilis Polri.
Menurut penelurusan Tempo, RB diduga bernama asli Ronny Bugis. Dia anggota Brigade Mobil berpangkat brigadir. Sedangkan identitas RM masih misterius. Wajah RB tak identik dengan sketsa yang pernah dirilis Polri. Namun, dia sekilas mirip dengan sketsa yang dikeluarkan Tempo pada Juli 2017. Dalam sketsa yang dibuat berdasarkan saksi di lapangan, pria itu berwajah agak bulat dengan rambut disisir ke belakang. Pria ini diperkirakan berusia 35 tahun, tinggi 165 sentimeter, berkulit agak gelap, dan bertubuh gempal.
Haris Azhar tak mau buru-buru percaya dengan kemiripan sketsa dan tersangka pelaku itu. Menurut dia, ada sejumlah fakta di lapangan yang belum diselidiki oleh polisi. Misalnya saja soal motor yang dipakai dua orang pengintai Novel sebelum penyerangan. Motor itu diduga milik anggota Polda Metro Jaya.
Kelima, motif tersangka berbeda dengan temuan TGPF. Saat digelandang ke mobil tahanan, tersangka RB menyebut Novel sebagai pengkhianat. “Tolong dicatat, saya enggak suka sama Novel karena dia pengkhianat,” kata RB dengan nada tinggi pada Sabtu, 28 Desember 2019, saat hendak dibawa ke Mabes Polri dari Polda Metro Jaya.
Haris Azhar meragukan motif ini. Menurut dia, motif itu mirip dengan kasus pembunuhan aktivis HAM Munir Said Thalib. Pollycarpus Budihari Priyanto, yang belakangan menjadi terpidana pembunuhan Munir, juga menuding Munir sebagai pengkhianat.
“Itu motif yang biasa diutarakan kalau negara melakukan kejahatan terhadap warganya,” kata Haris Azhar pada Ahad, 29 Desember 2019.
Padahal sebelumnya, Tim Gabungan Pencari Fakta bentukan Polri menyatakan serangan kepada Novel berhubungan dengan pekerjaannya sebagai penyidik KPK. Ada sejumlah kasus besar yang ditangani Novel, di antaranya kasus korupsi e-KTP, kasus korupsi mantan ketua MK Akil Mochtar, kasus korupsi mantan Sekretaris Jenderal MA Nurhadi, kasus korupsi mantan Bupati Buol Amran Batalipu, dan kasus korupsi Wisma Atlet. (DJP)
Discussion about this post