Daily News|Jakarta – Benar saja, meskipun Pulpres 2024 masihjauh ke depan, tetapi perusahaan survey atau juga kedok dari konsuotan politik untuk menjual nama client-nya sedauh semakin menjadi-jadi bahkan meskipun bertentangan daengan fakta maupun opini public.
Pengumuman hasil-hasil survey yang di permukaan terasa ganjil dan ingin menggiring opini public semakin meresahkan rakyat. Ini adalah bentuk ‘kebohongan publik’ seperti praktik ini harus diawasi dan diakhiri. Perusahaan survey dalam praktik ini jugstru merusak demokrasi, demikian tanggapan di media sosial.
Publik kini sadar, semakin mendekat ke tahun 2024 maka kegiatan survey – profesional atau abal-abal– semakin menggila.
Seperti diketahui, banyak perusahaan konsultan politik dengan kontrak bayaran berlindung di balik survey yang seyogianya mencerdaskan public dengan hasil survey yang secara etika dan metologis dapat dipertanggungjawabkan malah menjadi penggiring opini, complain warganet.
Indikator Politik Indonesia merilis hasil survei nasional terbaru terkait elektabilitas calon presiden (capres). Berdasarkan simulasi 19 nama, Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto masih perkasa di puncak elektabilitas dengan 24,1 persen. Disusul dengan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo 20,8 persen, dan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan 15,1 persen.
“Tiga nama ini yang mencapai dua digit ke atas, yang lain masih satu digit,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia, Burhanuddin Muhtadi, secara daring, Ahad (9/1).
Namun jika dilihat trennya, elektabilitas Prabowo justru mengalami penurunan. Berdasarkan top of mind, elektabilitas Prabowo mengalami penurunan sebesar 1 persen dibanding survei yang digelar November 2021. Saat itu Prabowo memperoleh angka elektabilitas 14 persen. Sementara kini hanya berada di angka 13,1 persen.
Begitu juga dalam tren elektabilitas simulasi 3 nama. Pada November 2021 lalu, Menteri Pertahanan itu memperoleh angka elektabilitas 36,6 persen. Dalam survei Indikator terbaru Prabowo hanya di angka 35,4 persen.
Berbeda dengan tren elektabilitas Ganjar dan Anies. Keduanya justru mengalami kenaikan. Berdasarkan top of mind elektabilitas Ganjar pada bulan November lalu di angka 7,9 persen. Kini elektabilitas Ganjar di angka 8,9 persen. Sedangkan Anies pada survei yang sama kini berada di angka 7,5 persen. Pada survei sebelumnya mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan itu di angka 6,7 persen.
Begitu juga dalam simulasi 3 nama, Ganjar kini memperoleh angka elektabilitas 31,6 persen. November lalu Ganjar hanya 31,1 persen. Sedangkan Anies di dalam simulasi yang sama kini menperoleh angka elektabilitas 24,4 persen. Lebih tinggi dibanding November lalu yang hanya 24,3 persen.
Diketahui survei survei dilakukan 6-11 Desember 2021 menggunakan metode multistage random sampling. Adapun total sampel sebanyak 2.020 responden dengan jumlah sampel basis sebanyak 1.220 orang tersebar proporsional di 34 provinsi.
Dari sampel basis 1.220 responden memiliki toleransi kesalahan (margin of error) sekitar 2,9 persen pada tingkat kepercayaan 95 persen. Responden dilakukan dengan wawancara tatap muka.
“Kini hampir setiap hari ada saja pihak yang mengaku perusaaan survey, padahal menjadi ukonsltan politik, meluncurkan hasil survey mereka dalam rangka memengaruhi opini public, tentu dengan bayaran,” komentar seorang pakar survey di media sosial.
“Besok, muncul lagi perusahaan survey mengumumkan hasil yang bertolak-belakang yang membuat masyarakat semakin tak percaya terhadap hasil-hasil survey yang dipublikasikan dengan tujuan jelas dan imbalan materi,” bagitu komentar netizen kecewa tanpa adanya pengawasan dari orgaisasi profesi baik secara etika maupun dari segi keabsahan metodologi survey.
Seperti diketahui, banyak perusahaan konsultan politik dengan kontrak bayaran berlindung di balik survey yang seyogianya mencerdaskan public dengan hasil survey yang secara etika dan metologis dapat dipertanggungjawabkan malah menjadi penggiring opini, complain warganet.
(DJP)
Discussion about this post