Daily News|Jakarta – Drama yang diawali dengan penyeleksian pegawai KPK yang akan dikukuhkan menjadi ASN tampaknya belum berakhir. Satu yang pasti adalah scenario pelemahan KPK – menjadi bagian dari dramamasih terus berlanjut.
Pelemahan KPK itu adalah tujuan dari para koruptor dan pelindungnya. Tampaknya mereka kini berada di ‘upper hand’ memenangkan pertempuran menghadapi investigator top KPK yang terancam dipecat, setidaknya power mereka kini telah dilucuti.
Apakah drama telah berakhir? Belum, masih ditunggu konsistensi pernyataan Presiden Jokowi agar tes wawasan kebangsaan (TWK) tidak menjadi penentu dalam menetapkan apakah seorang pegawai KPK itu qualified untuk diangkat menjadi ASN KPK atau tidak. Namun, ketika Ketua KPK ‘kekeuh’ melantik orang-orang yang dianggap lulus dan dengan sendirinya menyingkirkan orang-orang sekaliber Novel Baswedan dkk, harapan ‘intervensi’ Jokowi itu ibarat menggantang harapan.
Lihatlah apa yang terjadi kini, seperti diungkapkan Kompas, kemarin.
Novel Baswedan duduk di kursi lobi Gedung Pusat Pendidikan Antikorupsi KPK sore itu. Tangannya menggenggam telepon pintar sambil mendekatkan tepat di depan wajahnya.
Jarak layar ponsel ke wajahnya kira-kira 10 sentimeter.
Penglihatan salah satu penyidik senior KPK itu rusak akibat siraman air keras oleh dua anggota Polri pada April 2018.
Mata kiri Novel buta, sementara mata kanannya hanya berfungsi 50 persen. Kondisi tersebut yang membuat Novel harus sedekat itu membaca pesan yang masuk ke ponselnya.
Luka tersebut ternyata tak cukup menghentikan langkahnya untuk terus memberantas korupsi. Ia masih terlibat dalam penyidikan kasus dugaan korupsi.
Namun, kerjanya terhenti setelah dia dan 74 pegawai KPK lainnya dinonaktifkan lantaran tak lulus (TWK) alih status menjadi aparatur sipil negara (ASN).
Semua tugas dan tanggung jawab sudah Novel serahkan sejak menerima surat penonaktifan dari Ketua KPK Firli Bahuri. Hampir satu bulan, Novel tak ikut dalam penyidikan sebuah perkara.
Novel merasa TWK ini sebagai alat untuk menyingkirkan orang-orang baik yang bekerja di KPK. Ia pun tak terima dicap ‘merah’ dan tak boleh lagi bekerja di lembaga antirasuah.
Penyidik yang sempat berkiprah di Polri itu sempat optimistis setelah Jokowi angkat suara terkait polemik TWK alih status menjadi ASN. Ia pun berharap Jokowi mengambil tindakan nyata untuk menyelamatkan puluhan pegawai KPK.
“Semoga pak presiden memberikan dukungan yang lebih konkret lagi sehingga upaya orang-orang yang punya kepentingan yang selaras dengan orang orang yang selama ini mendukung koruptor tidak sampai bisa terlaksana,” kata Novel saat berbincang dengan CNNIndonesia.com.
Pernyataan Jokowi pada 17 Mei lalu seperti angin lalu. Tak banyak yang berubah dari keputusan KPK. Bahkan, pimpinan KPK bersama BKN dan kementerian/lembaga terkait memutuskan 51 pegawai tak bisa bergabung lagi dengan KPK.
Mereka dianggap merah dan tidak bisa dibina lagi. Sementara itu 24 orang lainnya akan dibina ulang.
Novel Baswedan mengatakan keputusan KPK tersebut masih sebatas pengumuman. Menurutnya, keputusan yang sesungguhnya ada di tangan Jokowi.
Novel curiga situasi ini sengaja diciptakan. Puluhan pegawai KPK yang dinyatakan tak lulus TWK sudah tak bisa menjalankan tugas meskipun masih menerima gaji dan boleh datang ke kantor.
“Saya khawatir ini adalah upaya untuk sengaja membuat orang-orang berintegritas kemudian merasa lelah dan kemudian satu per satu mengundurkan diri,” ujarnya.
Ia sendiri merasakan, posisi KPK semakin lemah dari hari ke hari. Namun ia tak ingin KPK mati. Novel mengaku ingin tetap menjaga harapan masyarakat.
“Kami ingin harapan itu tidak mati sama sekali,” ujarnya.
Kepala Satgas Pembelajaran Anti Korupsi KPK, Hotman Tambunan mengatakan Jokowi harus lebih serius lagi dalam menyikapi nasib puluhan pegawai antirasuah tersebut.
Hotman berpendapat seharusnya Jokowi tak tinggal diam ketika perintahnya kepada pimpinan KPK, BKN, serta Kemenpan-RB tersebut diabaikan.
Menurutnya, Jokowi harus bertindak lantaran dirinya merupakan pimpinan tertinggi ASN, bukan Kepala BKN Bima Haria Wibisana, Menpan-RB Tjahjo Kumolo, dan pimpinan KPK.
Selain itu, Hotman juga mempertanyakan keseriusan Jokowi terhadap visi misinya terkait Indonesia maju. Dengan membiarkan 75 pegawai KPK terombang-ambing maka visi dan misi Jokowi akan sulit terwujud.
“Kalau korupsi tidak diberantas maka mustahil kita akan bisa mewujudkan visi misi pak Jokowi untuk Indonesia maju,” kata Hotman.
Sementara itu, Spesialis Hubungan Masyarakat Muda di Biro Humas KPK, Tri Artini Putri ingin Jokowi mengintervensi SK 652 tersebut. Puput mengatakan SK tersebut sudah mencabut bukan hanya hak tapi juga kewajiban pegawai antirasuah.
“Jangan mengambil tadi, hak dan kewajiban (kami). Ini yang keganggu bukan hak doang, tapi hak dan kewajiban kami. Bahkan kami mau kerja untuk memberantas korupsi tidak boleh gitu?” ujarnya.
Ia berharap Jokowi lebih tegas dalam menyikapi masalah puluhan pegawai KPK yang dibuang tersebut sehingga pemberantasan korupsi bisa sama-sama dan terus dilakukan.
“Kita berantas korupsi bareng-bareng, sudah cukup melemahkan KPK dengan revisi undang-undang dan pimpinan yang bermasalah. Biarkan lah kami berjuang sebagai ASN untuk memberantas korupsi,” katanya.
Bukan hanya pegawai KPK yang masuk daftar 75 pegawai saja yang ingin langkah nyata dari Jokowi.
Ratusan pegawai KPK yang lolos TWK pun mendesak Jokowi menunda pelantikan pegawai KPK sebagai ASN. Namun, pelantikan tetap terlaksana pada 1 Juni lalu.
Mu’adz D’Fahmi, penyidik KPK lolos ASN tidak setuju dengan penonaktifan bahkan pemecatan terhadap puluhan pegawai KPK tersebut.
Menurutnya, semua itu bertentangan dengan putusan MK Nomor 70/PUU-XVII/2019 yang menyatakan tidak boleh merugikan hak pegawai. Selain itu, pemecatan itu juga tidak sesuai dengan UU KPK 19/2019 dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 41/2020.
“Berdasarkan hal ini semua kami tidak setuju dengan arah kondisi saat ini, arah kebijakan yang diambil pimpinan saat ini, kemudian kami memutuskan bertindak sesuatu, kami menyatakan sikap untuk paling tidak menunda pelantikan tanggal 1 Juni,” kata Mu’adz kepada CNNIndonesia.com.
Mu’adz berharap semua pegawai KPK tidak ada yang diberhentikan dari KPK. Menurutnya, puluhan pegawai KPK yang dinonaktifkan tersebut laik untuk dilantik sebagai abdi negara.
“Saya dari salah satu pegawai yang memenuhi syarat berharap enggak ada lagi yang tidak memenuhi syarat, semuanya memenuhi syarat dan kemudian langsung beralih menjadi ASN, tanpa merugikan hak pegawai, tanpa terkecuali,” ujarnya.
Sebelumnya Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko mengatakan pimpinan KPK mengambil kebijakan lain dari arahan Presiden Joko Widodo mengenai nasib 51 pegawai yang tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).
Menurut Moeldoko, pemerintah sudah ikut serta dalam rapat dan menyampaikan arahan Presiden Jokowi. Akan tetapi, KPK tetap memiliki kewenangan tersendiri untuk memutuskan nasib pegawainya.
“Bahwa Pimpinan KPK kemudian mengambil kebijakan lain tersendiri, hal tersebut merupakan kewenangan dan keputusan lembaga pengguna dalam hal ini KPK,” ungkap Moeldoko dalam keterangan tertulisnya, Kamis (27/5) lalu.
Sementara Firli membantah TWK dan alih status ASN untuk menyingkirkan 75 orang pegawai KPK.
“Enggak ada upaya menyingkirkan siapapun. Karena tes yang dilakukan, TWK diikuti dengan instrumen sama, waktu pekerjaan sama, pertanyaan sama dan modul sama,” kata Firli, Selasa (1/6). (DJP)
Discussion about this post