Daily News|Jakarta – Fraksi Partai Demokrat meminta pemerintah untuk mempertimbangkan matang untuk menggunakan APBN dalam pembangunan ibu kota negara (IKN). Menurut Demokrat, penggunaan APBN yang begitu besar sangat tidak rasional.
Diketahui, dari total biaya Rp 466,98 triliun untuk pembangunan ibu kota baru, sebanyak 53,5 persen di antaranya berasal dari APBN. Sementara sisanya yakni 46,5 persen dari Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha serta BUMN.
“Dilihat dari besarannya, beban APBN dalam proyek ini sangat tidak rasional,” tutur perwakilan Fraksi Demokrat, Muslim dalam rapat Panitia Kerja RUU IKN di DPR pada Selasa dini hari (18/1).
Alasan Demokrat menganggap penggunaan APBN tidak rasional karena kondisi perekonomian Indonesia dalam dua tahun ke depan masih terdampak pandemi Covid-19. Dengan kata lain, belum sepenuhnya pulih.
Apabila dipaksakan, maka APBN akan semakin tertekan. Demokrat pun mengingatkan bahwa saat ini utang Indonesia sudah sangat besar.
“Mengingat per akhir Desember 2021, utang pemerintah sudah menembus Rp6.908,87 triliun, dan penerimaan negara dari sektor pajak yang diukur dari tax ratio justru semakin menurun,” tutur Muslim.
Demokrat juga mewanti-wanti bahwa pemindahan ibu kota tidak hanya mencakup pembangunan kantor-kantor pemerintah, tetapi juga dibutuhkan fasilitas umum sebagai penunjang. Misalnya, sekolah, rumah sakit, transportasi serta media pembuangan limbah yang memadai.
“Ini semua bisa membuat biaya riil pemindahan ibu kota melejit jauh lebih besar daripada perkiraan semula,” kata Muslim.
“Tanpa fasilitas-fasilitas tersebut, kita khawatir ibu kota baru hanya akan menjadi kota mati, tidak menjadi ekosistem berkelanjutan seperti yang kita inginkan bersama,” katanya.
Fraksi Demokrat mendukung RUU IKN disahkan di tingkat Panitia Kerja dan dilanjut di tingkat berikutnya dengan lima catatan kritis, antara lain mengenai waktu pemindahan, anggaran yang dipakai, dampak terhadap lingkungan, aspek keamanan serta transparansi selama proyek berlangsung.
Diketahui, DPR dan Pemerintah menargetkan RUU IKN disahkan pada Selasa (18/1). Pembahasan yang super cepat dikritik oleh berbagai pihak, terutama ketika mengabaikan partisipasi publik. (DJP)
Discussion about this post