Daily News|Jakarta – Jika pendemi Covid 19 di Indonesia masih berlangsung 5 bulan ke depan, maka krisis multi-dimensi seperti tahun 1998 yang menjatuhkan pemerintahan Orba, di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto untuk lengser ke prabon setelah 32 tahun berkuasa.
“Ini bisa saja terulang kembali,” seperti diingatkan oleh pengamat De Lamato yang tinggal di Amerika Serikat.
“Sri Mulyani, menteri keuangan sudah memperingatkan bahwa ekonomi 5 bulan mendatang terancam pertumbuhan 0 persen, bila Covid 19 tidak segera berakhir.”
“Saat ini saja satu dollar sdh di atas 16 ribu lebih terhadap nilai mata uang Indonesia. Hutang Indonesia sudah di level 5000 triliun.”
Hutang yang sudah diwaspadai membahayakan, padahal saat itu Covid 19 belum muncul. Maka situasi ekonomi akan semakin berbahaya saat Covid 19 terus berkembang dan ini menjadi tanda buruk bagi pemerintah Jokowi-Ma’aruf, kata De Lamato.
Covid-19, kelangkaan dan amuk massa
“Ekonomi tumbuh 0 persen adalah bahasa hiperbola. Sesungguhnya ekonomi tidak tumbuh, hutang luar negeri meroket dan kebutuhan pangan rakyat menjadilangka dan mahal. Juga, selama ini produk makanan Indonesia berasal dari impor.”
Dengan defisit anggaran yang parah, impor barang dari luar akan mencekik leher rakyat. Betul, Indonesia akan sanggup membeli kebutuhan dari luar selama masa-masa Covid 19, tetapi harus dibeli dengan kurs dollar yg tinggi. Kondisi ini akan membuat krisis mult-dimensi seperti prolog reformasi tahun 1998 yang diperkirakan De Lamato akan terulang.
“Rakyat akan mengalami kecemasan dan kelangkaan pangan di pasar, saat yang sama pemerintah harus merogok koceknya lebih berat untuk impor pangan, sebagai akibat pukulan menguatnya dollar terhadap rupiah secara dahsyat.”
“Kondisi inilah yg akan membuat kelangkaan bahan pokok, yang berujung pada tekanan bagi rakyat kecil. Kelangkaan selalu mengakibatkan kepanikan yang destruktif. Ini yang hadir ketika gerakan reformasi 1998 terjadi, menjadi penyebab aksi massa, bakar-bakaran dan aksi anarkisme yang meluas cepat.”
Jungkir baliknya Rupiah dan lahirnya krisis politik
Nilai rupiah yg terus melemah, hingga kini sdh di angka 16 ribu lebih adalah tanda-tanda berbahaya. Beban APBN plus hutang negara semakin mencekik leher.
Kemenangan Jokowi-Ma”ruf dalam Pilpres 2019 sarat dengan tuduhan skandal kejujuran. Lalu, meskipun Jokowi dilantik untuk memerintah pada periode kedua ini, publik mencatat pencurian uang kian marak, seperti terjadi di Jiwasraya, dan berbagai BUMN. Tuduhan skandal suap KPU dengan elit-elit partai penguasa belum terjawab ini menambah ancaman kemarahan rakyat.
Reformasi Jilid II?
“Ancaman pandemi Covid 19 bisa saja mengubah situasi politik 5 bulan ke depan. Presiden Jokowi dan tim-nya tidak akan mampu menghentikan wabah impor Wuhan ini. Wabah ini sdh meluas meneror warga secara mengerikan. Pemerintah jugatelah memprediksi bahwa Covid 19 dapat mengancam jiwa 600 hingga 700 ribu penduduk,” tulis De Lamato.
“Angka ini begitu menakutkan. Saya khawatir teror ini dapat melahirkan gerakan reformasi jilid dua menurunkan Presiden Jokowi tahun ini. Teror yang menjatuhkan Presiden Soeharto di tahun 1998 mirip dengan keadaan sekarang. Ekonomi mangkrak, hutang gila-gilaan, dollar meroket dan massa pun bergerak turun ke jalan bahkan dengan aksi anarkis yang memaksa mundurnya pendukung setia Soeharto, dan sang presiden sendiri”.
Semua itu membuktikan bahwa Soeharto selama 32 tahun membangun pondasi ekonomi yang labil. Dan gejala itupun tampak terlihat dm kepemimpinan Jokowi yang penuh dengan pencitraan, kata De Lamato.
Menurutnya, aksi demo mahasiswa seperti di zaman Soeharto tidak terjadi di era Jokowi. Aki demo itu masih diingatnya jelas, karena dia ambil bagian dalam aksi di Jakarta, sehingga Soeharto menyatakan mundur tanggal 21 Mei 1998.
Dia menilai reformasi jilid 2 masih perlu terjadi thn 2020 karena tujuan reformasi 1998 belum tuntas. Dan, jika terjadi reformasi jilid 2, speed dan magnitude-nya semakin besar, karena ditolong dengan penggunaan medium internet, dan berbagai platform media sosial.
De Lamato mengingatkan, konsolidasi medsos terkait krisis Covid 19 sedang berlangsung dengan dasar dan argumen yang dapat diterima akal sehat. Maka, ancaman akan berlangsungnya reformasi jilid 2 ini menakutkan, karena trauma dan tragedi serta kehancuran negeri yang parah masih diingat jelas. (DJP)
Discussion about this post