Daily News Indonesia | Jakarta – Bank Indonesia mengungkapkan bahwa nilai ekonomi Indonesia yang berkaitan dengan nilai-nilai syariah atau prinsip halal, saat ini mencapai 80 persen dari total Produk Domestik Bruto atau PDB Indonesia 2019 sebesar Rp16 ribu triliun. Artinya secara nominal mencapai sekitar Rp12.800 triliun.
Kepala Bank Indonesia Institute, Solikin M. Juhro menjelaskan, besaran itu didasari atas unsur-unsur ekonomi non-halal yang dikeluarkan dari perhitungan PDB pada tahun ini, misalnya produksi yang berbasis komoditas beralkohol, babi, hingga judi atau pasar keuangan berbasis spekulasi.
“Memang 80 persen aktivitas yang terlibat itu, tapi ini harus didalami lagi apa yang (produk) langsung,” kata dia di acara Indonesia Sharia Economic Festival, Jakarta, Selasa, 12 November 2019.
Dengan besarnya peranan ekonomi syariah terhadap PDB Indonesia tersebut, Solikin mengingatkan bahwa hingga saat ini industri-industri di Indonesia belum bisa menjadi pemain utama di sektor tersebut, baik dari sisi fesyen, makanan, hingga obat-obatan. Seluruh produk halal di sektor tersebut malah dihasilkan oleh negara non-Muslim.
“Kita sekarang bicara fesyen halal terbesar Tiongkok, bukan negara-negara muslim. Kemudian produser kosmetik halal itu Korea Selatan sekarang. Bumbu-bumbu Thailand, terus Indonesia apa? Masa kita enggak bisa?,” ujar dia.
Oleh karena itu, lanjut dia, sejak diterbitkannya cetak biru pengembangan ekonomi syariah pada Juni 2017 oleh Bank Indonesia, potensi ekonomi yang besar itu akan difokuskan menjadi sumber utama pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depannya.
Apalagi, fundamental industri keuangan Islam tetap kuat, dengan lebih dari US$1,7 triliun dana kelolaan, dan sebagian besar dari 20 sovereign wealth funds terbesar dunia terletak di negara-negara di mana Islam adalah agama utama. (DJP)
Discussion about this post