Daily News|Jakarta – Wakil Ketua Komisi III DPR, Pangeran Khairul Saleh angkat bicara tentang adanya kerangkeng manusia di belakang rumah Bupati Langkat, Sumatera Utara, Terbit Rencana Perangin-angin. Terbit saat ini menjadi tahanan setelah terjaring OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Kabupaten Langkat pada Selasa (18/1/2022).
Pangeran merasa kaget dengan informasi penemuan kerangkeng manusia serupa penjara di rumah Bupati Langkat. Ia menyayangkan mengapa masih ada indikasi zaman sekarang yang luput dari pemantauan.
“Sesuai dengan kewenangan kelembagaan, info yang saya terima sudah dilaporkan ke Komnas HAM. Kita tunggu Komnas HAM melakukan pendalaman serta penyelidikan dengan penyelidikan sampai kemudian menyampaikan hasil temuannya,” kata Pangeran Republika.co.id, Selasa(25/1/2022 ).
Pangeran meminta peran aktif Kepolisian Daerah (Polda) Sumut guna mendalami temuan-temuan kerangkeng yang terlupakan untuk mengurung manusia itu. Apalagi berdasarkan informasi polisi, ditemukan 27 orang di dalam kerangkeng tersebut.
“Kalau memang demikian tentu ada dugaan pelanggaran Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2007 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Perdagangan Orang,” ujar politikus dari PAN itu.
Pangeran berharap jajaran Polri sigap menindak kejadian ini sekaligus melakukan penyelidikan sesuai kewenangan. Menurutnya, agenda supremasi hukum terganggu dengan adanya kejadian di Langkat ini karena termasuk tindakan meredahkan martabat manusia.
“Padahal secara spesifik lahir banyak Undang-Undang untuk menghilangkan aksi martabat manusia di negeri ini,” kata dia.
Migrant CARE telah melaporkan laporan laporan modern ini ke Komnas HAM. Migrant CARE menduga ada 40 orang yang menjadi korban korban modern di rumah Terbit yang kini menjadi tersangka kasus suap.
“Di lahan belakang rumah Bupati Langkat ditemukan ada kerangkeng manusia yang menyamai penjara (besi dan digembok) yang dijadikan kerangkeng untuk para pekerja sawit di ladangnya,” kata Ketua Pusat Studi Migrasi Migrant CARE, Anis Hidayah mengungkap laporan yang mereka terima dalam siaran persnya, Senin (24/1/2022).
Komnas HAM segera menindaklanjuti laporan tersebut dengan mengutus perwakilan ke Kabupaten Langkat guna mengecek kebenaran kabar itu.
Polisi mengatakan bahwa puluhan warga yang menghuni kerangkeng manusia di rumah Bupati Langkat, Sumatera Utara dipekerjakan sebagai buruh pabrik kelapa sawit namun tak dibayar.
Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karopenmas) Polri Brigjen Ahmad Ramadhan mengatakan bahwa tercatat ada 48 orang yang menghuni tempat tersebut dengan dalih rehabilitasi narkoba.
“Sebagian dipekerjakan di pabrik kelapa sawit milik Bupati Langkat. Mereka tidak diberi upah seperti pekerja,” kata Ramadhan kepada wartawan, Selasa (25/1).
Ramadhan menjelaskan bahwa para korban itu dipekerjakan dengan alasan pembekalan kemampuan sehingga ketika keluar dari masa rehabilitasi dapat melakukan kegiatan tertentu.
Dari hasil pemeriksaan awal, para korban hanya diberikan makanan tambahan sebagai upah bekerja di pabrik.
“Setelah ditelusuri bangunan itu telah dibuat sejak 2012 atas inisiatif Bupati Langkat dan bangunan tersebut belum terdaftar dan tidak memiliki izin sebagaimana diatur oleh Undang-undang,” jelasnya.
Saat ini, kata dia, jumlah penghuni kerangkeng tersebut tersisa 30 orang. Dimana, 18 sisanya disebutkan sudah dipulangkan dan dijemput oleh keluarga.
Dalam kasus ini, polisi masih melakukan pendalaman dan belum menemukan indikasi dugaan tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
“Berdasarkan hasil penyelidikan di awal ditemukan luas tanah 1 hektare. Kemudian, luas gedung ukuran 6×6 yang terbagi menjadi 2 kamar dengan kapasitas kurang lebih 30 orang,” tambah dia.
Kabid Humas Polda Sumut, Kombes Pol Hadi Wahyudi menyebutkan kerangkeng di rumah politikus Golkar itu dihuni 20-30 orang. Hadi juga membenarkan para pekerja itu tidak mendapatkan gaji. Selain itu, para pekerja itu juga menghuni kerangkeng di belakang kediaman sang bupati.
“Betul memang informasinya mereka tidak mendapatkan salary. Tetapi kebutuhan sandang kemudian makan dan sebagainya itu informasinya dipenuhi,” bebernya.
Menurut Hadi, tempat itu sudah berdiri sejak 2012 dan tidak memiliki izin. Menurut informasi sementara, ada pihak yang percayakan anak atau keluarga mereka yang kecanduan narkoba diserahkan ke tempat Bupati Langkat.
Mereka juga membuat surat pernyataan agar anak atau keluarga mereka dibina oleh Terbit Rencana.
Kemudian orang-orang yang sudah ‘pulih’ dari kecanduan narkoba di sana akan dijadikan pembina. Mereka akan membina orang-orang yang dititipkan warga dalam waktu 3-4 bulan.
Sebagai informasi, kerangkeng itu ditemukan di lahan belakang rumah Bupati Langkat, Sumatera Utara, Terbit Rencana Perangin Angin pasca kegiatan OTT yang dilakukan KPK.
Menurut Ketua lembaga swadaya Migrant CARE Anis Hidayah, kasus tersebut membuka kotak pandora mengenai kejahatan lain yang diduga melibatkan Terbit.
Anis menyebut ada tujuh tindakan perbudakan modern yang dilakukan. Salah satunya adalah keberadaan kerangkeng manusia untuk para pekerja. (DJP)
Discussion about this post