Di Blok M Square tengah digelar Festival Sumarak Minangkabau 2019. Jumat malam pembukaan festival ini berlangsung semarak. Hadir ini artis legendaris asal Minangkabau Elly Kasim dan Ida Leman yang ikut menyemarakkan festival. Festival Sumarak Minangkabau 2019 itu sendiri akan berlangsung hingga Minggu. Para pengunjung yang datang dimanjakan dengan beragam atraksi budaya, hiburan dan yang paling diburu kuliner khas Minang.
Dalam kata sambutannya saat membuka festival, Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Reydonnyzar Moenek mengatakan di mana pun orang Minang merantau, ia akan selalu jadi penggerak ekonomi. Ikut berkontribusi mengakselerasi roda perekonomian sebuah daerah.
” Di manapun orang Minang itu merantau, maka dapat dipastikan ia akan mampu segera beradaptasi dan turut serta berkontribusi membangun daerah di perantauan tersebut,” kata mantan juru bicara Menteri Dalam Negeri di era Gamawan Fauzi tersebut.
Karena itu lanjut doktor ilmu pemerintahan tersebut, tidak ada dalam sejarahnya orang Minang yang dibenci dan dimusuhi. Bahkan keberadaan orang Minang di sebuah tempat sangat dirindukan. Orang Minang di perantauan selalu ikut berperan dalam membuka kesempatan kerja. Bahkan ikut berkontribusi dalam mempercepat perputaran roda ekonomi satu daerah.
“Jadi, kalau boleh saya mengeluarkan teori pada malam ini, saya akan katakan, di mana ada orang Minangkabau, maka di sana akan ada akselerasi perekonomian,” kata Reydonnyzar yang disebut calon kuat Gubernur Sumatera Barat tersebut.
Soal orang Minang yang jadi penggerak ekonomi ini, kata dia, banyak contohnya. Ia menyebut di Jakarta misalnya, ada Pasar Tanah Abang, pusat grosir terbesar penyumbang devisa. Di sana didominasi oleh pedagang Minang. Pun di Blok M, nyaris diikatakan pedagang Minang menguasai segala lini. Begitu juga di Kota Kembang, Bandung.
” Kita kenal pusat perbelanjaan Pasar Baru ada Pasar Baru Trade Center. Di Surabaya kita kenal ada Pasar Blauran Baru, Pasar Baru Keputih, bahkan kawasan perbelanjaan di jalan Malioboro Yogyakarta yang didominasi para pedagang Minang,” ujarnya.
Mengenai Festival Sumarak Minangkabau sendiri kata Reydonnyzar digelar para perantau asal Minang untuk mengobati kerinduan akan kampung halaman. Kata dia, Festival Sumarak Minangkabau tak hanya untuk menunjukkan ke pentas nasional budaya Ranahminang, juga untuk memperlihatkan kepada masyarakat ibu kota, perwakilan negara sahabat, betapa besarnya Ranah Minang. Dengan gaya khasnya, Reydonnyzar pun menyapa para pengunjung dengan menyebutkan seluruh daerah di Sumatera Barat. Sapaan mantan Direktur Jenderal Bina Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri itu pun langsung disambut antusias para pengunjung.
Reydonnyzar melanjutkan, Festival Sumarak Minangkabau, selain merupakan panggung budaya dan hiburan, juga sekaligus sebagai panggung yang tepat untuk menunjukkan soliditas, kekompakan, persatuan dan kesatuan para perantau Minang. Para perantau Minang di manapun berada selalu bersama-sama membangun kampung halaman serta bersama-sama pula membangun daerah perantauan. Sebagai orang Minang yang merantau, ia merasa bangga dengandengan kiprah dan pengaruh urang awak di perantauan.
” Dengan data dan fakta yang saya dapatkan di lapangan, di mana ada orang Minangkabau maka di sana terjadi akselerasi perekonomian alias percepatan ekonomi. Dan yang menarik pada lokasi-lokasi di setiap daerah, yang diasumsikan sebagai titik-titik di mana terjadinya percepatan roda ekonomi, ditemukan adanya konsentrasi pedagang Minangkabau. Ini yang membanggakan,” ujarnya.
Salah satu yang paling populer kata dia, tentunya rumah makan Padang yang tersebar di seantero tanah air bahkan mancanegara. Soal rumah makan Padang ini, sampai ada anekdot, ketika Neil Amstrong, astronot Amerika, pertama kali injakan kaki di bulan, betapa kagetnya sebab di bulan ia melihat sudah tegak berdiri rumah makan Padang.
“Suksesnya orang Minang di perantauan karena berkait dengan filosofis yang telah diajarkan turun menurun dari nenek moyang kita. Yang pertama adalah, dibmana bumi dipijak di sinan langik dijunjuang,” katanya.
Kata dia, ini norma inti perantau Minang yang telah diadopsi menjadi kultur dan bahasa Indonesia, Dimana bumi dipijak, di sanalah langit dijunjung maksudnya agar setiap orang yang merantau dan bepergian ke sebuah tempat yang baru, agar segera menyesuaikan diri dengan adat istiadat di tempat barunya itu. Filosofi kedua, “baraja ka nan manang, mancontoh ka nan sudah”.
” Ini mengharuskan agar kita mengambil pelajaran dan menuntut ilmu pada mereka yang telah sukses, dan pandai-pandai mengambil hikmah dari kegagalan orang lain. Artinya, jangan malu dan ragu untuk bertanya dan mempelajari pengalaman orang lain, mengapa ia sukses atau mengapa pula ia gagal, untuk diambil pelajaran kehidupannya,” tuturnya.
Norma ketiga kata Reydonnyzar adalah, “indak ado rotan akapun jadi”. Ini prinsip panjang akal. Orang Minang selalu punya cara untuk mencari solusi dengan mempergunakan potensi yang ada dengan tetap mendapatkan hasil yang maksimal. Sementara Prinsip keempat adalah “Takuruang nak di lua, taimpik nak di ateh.”
” Inilah kehebatannya orang Minang, kalau terkurung ia maunya di luar, kalau terhimpit ia maunya di atas. Ini bukan berarti sebuah kelicikan, ini lebih diartikan sebagai optimisme yang besar dalam diri orang Minangkabau. Meskipun gagal, dia akan menjadikan kegagalannya itu sebagai pemicu agar dirinya makin giat berusaha, gigih mencari jalan ke luar, dan sebagainya. Meskipun terjepit, orang Minang itu akan optimis akan menemukan opsi-opsi lain, thinking outside the box, sehingga akhirnya menempati posisi di atas,” panjang lebar Reydonnyzar yang akrab dengan para awak media itu menerangkan.
Mengenai Festival Sumarak Minangkabau sendiri, Reydonnyzar berharap bisa memberikan banyak manfaat dan keuntungan. Tak hanya bagi perantauan Minangkabau di tanah rantau, pun juga masyarakat ibu kota yang menyaksikannya dan hadir berkunjung ke arena festival.
Discussion about this post