Melihat Anies diperlakukan haters dengan tidak sepantasnya, pastilah dada pecintanya serasa sesak menahan amarah. Tapi Anies memandangnya biasa-biasa saja. Tidak merasa terganggu. Memang banyak hal yang lebih pantas dipikirkan, dan itu kerja-kerja untuk maslahat warganya, itu jauh lebih penting.
ADA kelebihan tertentu dari seseorang yang bisa dilihat sebagai kelebihan. Begitu pula dengan Anies Baswedan, itu pun bisa dilihat dari berbagai aspek menonjol yang dimilikinya. Maka, silahkan melihat Anies Baswedan dari berbagai aspek yang dianggap paling menonjol. Anies itu smart, bahkan boleh juga Anies dilihat sebagai seseorang dengan sense of humor yang tinggi. Silahkan saja.
Maka, izinkan juga bisa melihat Anies sebagai pribadi santun dan religius. Paduan dari aspek kualitas emosi yang baik yang bersandar pada spiritualitas. Pada dua aspek ini agaknya Anies bisa dilihat paling menonjol. Aspek dasar mengukir perjalanannya, yang tidak mudah ditempuh.
Indikasi yang muncul, bahwa Anies terlihat sebagai pribadi yang santun meski di-kuyo-kuyo haters dengan jahatnya. Olok-olok jahat terhadap dirinya tidak dianggap apalagi ditanggapinya. Tidak sampai mesti dibawa pada perasaan segala (baper).
Anies membalas dengan sikap santun, yang tampak bijak. Memahami bahwa mereka yang memilih, disebut juga sebagai buzzer berbayar, itu bagian dari mengais rezeki yang tidak perlu dibalas dengan mencacinya. Ungkap Anies pada suatu kesempatan, “Kasihan, mereka butuh makan…”.
Anies tidak punya kamus lapor melaporkan para haters yang sudah sampai taraf keterlaluan. Anies menganggap bahwa di alam demokrasi segalanya itu dimungkinkan. Anies tidak harus membela diri memakai narasi, itu kan demokrasi Barat. Sedang kebebasan di negeri berdasar Pancasila ada batas-batasnya, yang itu punya potensi menyeret pelaku ke sel tahanan.
Anies memahami konsekuensi negara yang memilih demokrasi, maka kebebasan mengemukakan pendapat menjadi sah-sah saja. Semua kembali pada personal bersangkutan. Mau memakai adab dalam berdemokrasi. Artinya, memahami batas pantas-tak pantas apa yang boleh dan tidak boleh disampaikan pada publik. Semua berpulang pada personal bersangkutan.
Melihat Anies diperlakukan haters dengan tidak sepantasnya, pastilah dada pecintanya serasa sesak menahan amarah. Tapi Anies memandangnya biasa-biasa saja. Tidak merasa terganggu. Memang banyak hal yang lebih pantas dipikirkan, dan itu kerja-kerja untuk maslahat warganya, itu jauh lebih penting.
Para haters itu muncul tidak dengan sendirinya. Pasti ada pihak yang memunculkan. Pastilah ada pemasok modalnya. Siapa pemasoknya, tidak ada yang persis tahu. Orang menyebut ada dalam koordinasi kakak pembina. Jika diteruskan, darimana kakak pembina memiliki uang yang dihambur tanpa batas, itu pun tentu ada pemodal utamanya. Tidaklah jauh dari apa yang orang biasa menyebut dengan oligarki. Siapa itu, pastilah pada waktunya akan terungkap. Saat ini masih jadi misteri. Hanya sekadar bisa disebut bahkan dirasakan, tapi sulit terlihat jejaknya.
Mengapa justru Anies Baswedan yang santun itu menjadi pihak yang “dibabakbelurkan”, mengapa tidak mengena pada figur pemimpin lainnya. Maka simpulan boleh dibuat, bahwa Anies itu “musuh” bagi kelompok oligark. Maka, proyek menghabisinya dengan caci maki dan fitnah terus digelontorkan. Anies dibuat menjadi tidak ada baik-baiknya. Operasi pembusukan Anies akan terus dilakukan, dan bahkan mendekati 2024 bisa jadi akan makin gencar dilakukan.
Tampak hanya Anies semata yang terus dihajar, sedang nama-nama lain yang juga punya elektabilitas ada di tiga besar lembaga survei politik, tidak sedikit pun “digoda”. Bahkan dipuji, meski tidak ada paramater bisa menjelaskan yang bersangkutan layak dipuji. Maka, meski sumir, simpulan bisa dibuat, bisa jadi yang bersangkutan memang pemimpin yang disiapkan oligark dengan karpet merah untuk menggantikan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Bukannya Tumbang, Justru Terbang
Anies Baswedan makin hari elektabilitasnya makin menguat. Meski diganggu para haters, Anies bukannya tumbang, justru terbang.
Mengganggu Anies dengan pembusukan dan fitnah, sepertinya tidak mempan, tidak efektif. Anies terlalu perkasa untuk diremukkan dengan cara-cara busuk itu. Makin dibusukkan dan fitnah dihunjamkan, bukannya Anies runtuh berserakan tapi justru menguat menggurita.
Agaknya sikap santun religiusitas Anies itulah kekuatan yang sulit ditembus praktik-praktik pembusukan dan fitnah. Sikap Anies yang demikian, itu yang makin menguatkan elektabilitasnya, yang terus menapak naik. Simpati publik makin deras mengelukannya, sepertinya sulit dibegal.
Deklarasi relawan “Anies Baswedan for President 2024” muncul di mana-mana tanpa ada yang mengomando. Tanpa ada instruksi. Inisiatif dibuat sendiri dan dengan pendanaan gotong royong seadanya. Ada kesadaran bersama berharap munculnya pemimpin nasional yang diharapkan. Harapan yang ditautkan pada Anies Baswedan.
Berbagai lembaga survei politik ternama merilis hasil surveinya dengan menempatkan Anies Baswedan bahkan di posisi teratas. Padahal lembaga survei itu lebih dikenal bekerja untuk pemesannya. Artinya, bekerja untuk kepentingan pemesannya. Bahkan bekerja dengan siap mengutak-atik hasil surveinya sesuai pesanan. Kali ini lembaga survei itu pun “mati gaya” melihat elektabilitas Anies yang terus menguat, yang mau tidak mau tetap menempatkan Anies di posisi atas, atau setidaknya di tiga besar teratas.
Agaknya, lembaga survei memahami, bahwa publik tidak bisa dibodohi terus-menerus untuk mempercayai hasil surveinya, jika posisi Anies harus dipelorot ke bawah.
Segala cara “mengecilkan” Anies tampaknya akan terus diikhtiarkan. Dan Anies pun tampaknya akan tetap menghadapinya dengan modal utama yang melekat yang dimilikinya, santun-religius, yang itu agaknya mampu menghipnotis publik untuk terus membersamainya… Wallahu a’lam.
Ady Amar, Kolumnis
Discussion about this post