Daily News|Jakarta – Partai oposisi seperti Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Demokrat jelas berseberangan dengan penguasa, karena itu menjadi sasaran tembak, dianggap pengganjal agenda mereka di tahun 2024 nanti.
Kedua partai ini bukan satu-satunya oposisi bagi pemerintah. Di seberang sana ada kekuatan Islam yang dipimpin oleh Habib Rizieq Shihab dan FPI. Ada juga HTI, dan berbagai nama ulama besar.
Mengapa Partai Demokrat dan PKS? Karena kedua ini kekuatan di parlemen, berada dalam sistem kenegaraan, sehingga menjadi kekuatan politik yang mau tak mau harus dihitung, dan tentu saja dianggap berbahaya.
Jika basis Demokrat adalah nasionalis dan religious, maka basis PKS adalah Islam, meskipun telah menyatakan diri sebagai partai terbuka.
Yang menjadi persoalan besar di kalangan warganegara adalah jika tekanan kepada kekuatan di luar pemerintah ini semakin gencar, maka negeri ini akan berubah menjadi fasisme, bukan lagi Pancasila. Karena fasisme tidak menolerir perbedaan. Fasisme tidak mengakui keberagaman yang sejatinya adalah kekuatan bangsa.
Dalam sejarah dunia, praktik fasisme tidak menolerir kekuatan tandingan. Yang berada di luar kekuasaan harus dimusnahkan.
Jika Demokrat berhasil ditorpedo, maka kekuatan oposisi tinggal PKS, begitu kira-kira jalan fikiran para pelaku prahara Partai Demokrat dengan menggunakan tangan KSP Jenderal (Purn) Moeldoko.
Apalagi pada saat Habib Rizieq Shihab dibombardir dengan tekanan politik melalui media hukum yang kini dikontrol penuh oleh Pemerintah. Ini menyinggung Nurani dan etika dalam berpolitik dan terutama dalam penyelenggaraan negara, model fasisme.
Masalah kekuatan oposisi ni juga digarisbawahi oleh cenderung akan dikerjai. Hal itu dikatakan pengamat politik Ujang Komarudin, dari Universitas Al Azhar, Jakarta.
Diketahui, Partai Demokrat tengah dilanda masalah. Kepala Kantor Staf Presiden (KSP) Jenderal TNI Purnawirawan Moeldoko menjadi ketua umum Partai Demokrat melalui Kongres Luar Biasa (KLB) buatan mereka yang kontra dengan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY).
Kini, bola panas di tangan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), apakah akan mengesahkan pengurus Partai Demokrat kubu Moeldoko atau tidak.
“Partai-partai oposisi memang cenderung akan dikerjai,” ujar Ujang Komarudin kepada, Rabu (24/3/2021).
Ujang berpendapat, PKS sudah pecah dengan lahirnya Partai Gelombang Rakyat (Gelora) Indonesia. Partai Gelora dipimpin oleh mantan Presiden PKS Anis Matta .
“Saat ini Demokrat dibelah juga bahkan dikudeta. Dan saat ini sesungguhnya ada oposisi seperti PKS dan Demokrat tak akan bisa berbuat apa-apa,” kata Ujang.
Tentu saja, kekuatan ulama dan umat tak bisa dipandang enteng. Mengapa HRS? Karena dia adalah tokoh Islam yang bisa mengumpulkan jutaan umat dalam satu waktu dan tempat seperti telah dibuktikannya dalam berbagai pertemuan 411 dan 212.
Bahkan, ketika dia mengasingkan diri selama 3 tahun di Saudi, pasa saat dianggap pengaruhnya telah berhasil dieliminir HRS mengejutkan pemerintah. Ketika dia Kembali dari pengasingannya untuk panggilan tanah air dan umatnya, Bandara Soetta dipenuhi jutaan umat menyambutnya, membuktikan dia menjadi satu-satunya tokoh yang merepresentasikan umat.
“Tidak satupun tokoh di Indonesia, dari parpol, tokoh masyarakat, pemikir, bahkan Menteri atau presiden mampu menarik perhatian jutaan orang menghadiri acara seperti yang dibuat HRS.”
“Dia juga sangat cerdas, sukar mencari tandingannya dalam berdebat soal-soal kenegaraan dan Pancasila. Dia memiliki referensi luar biasa, dan ini tentu tidak disukai penguasa,” komentar netizen.
Tokoh reformasi Amien Rais baru-baru ini mengeluarkan pernyataan, bahwa jika HRS menyerukan ‘hayya alal jihad’ maka kekuatan umat tidak akan terbendung untuk menggerakkan revolusi. Ini berbahaya, kata Amien menyikapi tekanan dan penistaan yang dialami HRS dalam proses peradilan pada kasus-kasus yang dipaksakan bahkan bertentangan dengan Nurani dan akal sehat rakyat.
“Untunglah HRS mampu menahan diri dan menyadari bahayanya jika dia mengeluarkan instruksi ‘revolusi’ atau ‘jihad’. Rakyat dan ulama di seluruh negeri menanti aba-aba dari Iman Besar ini, kata netizen.
Maka fasisme akan menjadi kesia-siaan, bahkan akan men-trigger reaksi keras ulama dan umat, sehingga rejim akan berhadapan dengan people power, komentar netizen.
Penulis: Haz Pohan, Pemred DNI