M.Mufti Mubarok
Momok tiga huruf K-P-K yang menjadi hantu bagi para pejabat, penegak hukum dan pengusaha plat merah tampaknya sudah terjawab sudah, DPR telah memutuskan untuk menunjuk Firli Bahuri dari unsur polisi sebagai ketua KPK periode 2019-2023 dengan 4 wakil ketua komisioner. DPR dengan segala pertimbangan politiknya telah memutuskan 5 pimpinan komisioner KPK yang sebelumnya Presiden Joko Widodo mengusulkan 10 nama.
Dari 10 nama atau 5 nama terpilih belum ada yang manarik untuk bisa membawa KPK ke depan lebih baik. Agenda dari para politisi untuk mengecilkan baju KPK tampak sekarang lebih rapih dan massif. Saya sebagai mantan Capim KPK menyaksikan betul bagaimana Panitia Seleksi (Pansel) KPK dibentuk oleh Presiden yang diketuai Ibu Yenti Gamasih. Sejak awal sudah menimbulkan kontroversi dan diduga adanya konflik kepentingan.
Ekspektasi masyarakat terhadap Capim KPK tampaknya tak sebagus yang dibayangkan. Apalagi dalam waktu bersamaan Tiga komisioner KPK telah mengundurkan diri untuk menyerahkan tugas kepada Presiden . tak ayal demo di depan gedung lembaga antirasuah ini marak. Di tengah draf RUU KPK sedang diusulkan Presiden dan hak inisiatif ke DPR juga menjadi pembahasan yang serius. Inti dari RUU ini lebih pada pelemahan KPK terutama soal SDM dan penyadapan.
Ada apa dengan KPK KPK sebenarnya proses sejarah yang panjang mulai jaman Presiden Soekarno sampai Presiden Jokowi telah mengalami proses panjang meski akhirnya nama KPK menjadi tiga huruf yang terus disempurnakan. Namum dengan terpilih ketua baru yang dari Polisi tampaknya KPK telah melenceng dari khittohnya. KPK didesain sebagai lembaga bersih-bersih.
Kalau unsur Polisi dan jaksa masih dominan maka harapan untuk KPK kali ini jauh panggang dari api. KPK yang sudah mulai naik daun tampak pada komposisi sekarang ini yang diketuai oleh Polisi akan menjadi masalah baru. Polisi sejak awal penindakan Tipikor tampak jalan di tempat, belum lagi dari unsur jaksa. Sama prestasinya dengan polisi, unsur advokat, dosen, dan PNS lainnya hanya menjadi pelengkap.
Jadi pelemahan KPK sudah terstruktur dan masif kali ini. KPK yang semula menjadi wadah independen dan berbasis pada basis reformasi sipil justru akan menjadi pelindung polisi dan jaksa yang sejak awal sudah mandul. Pelemahan tidak hanya dari unsur pimpinan tapi juga dari unsur penyidik dan pegawai yang akan disetarakan dengan ASN.
Maka dimana letak independen KPK kali ini, tambah lama bisa dipastikan KPK terpasung oleh sistem yang menjebak dirinya sendiri. Harus pimpinan KPK melalui proses rekrutmen yang panjang bukan rekrutmen sulapan yang dipaksakan sekarang ini. Terkesan hanya akomodir unsur dari beberapa profesi. Bagaimana KPK seharusnya KPK dalam periode 2019-2023 seharusnya sudah punya taring yang lebih tajam dan lebih independen.
Karena kasus-kasu mega proyek masih jalan di tempat dan kasus-kasus yang antre juga sangat banyak. Penyelesaian nya pun masih tergantung Jakarta semua. Masih sentralisitik, kaki-kaki KPK di tingkat provinsi belum bergairah. Maka sudah saatnya masyarakat sebagai pemegang kedaulatan mengembalikan marwah KPK yang sesungguhya.
Discussion about this post