Oleh: Haz Pohan*
Framing politik kini sedang mengintensifkan serangan jahatnya terhadap Anies Baswedan dan NasDem, melalui jajak pendapat atas perintah penguasa petahana yang didukung para penggembiranya, termasuk media tertentu. Pada saat yang sama, sosok Anies terus menyita sebagian besar perhatian netizen – dalam komunikasi dua arah – sepanjang tahun 2022 yang juga dibuktikan dengan hasil polling yang kredibel.
PENGUMUMAN survei FDS UI pada 31 Desember 2022 bahwa Calon Presiden Partai NasDem, Anies Baswedan berhasil mendapatkan angka tertinggi, atau 2.292.044 tanggapan, dalam interaksinya dengan netizen sangat bertolak belakang dengan kedua hasil survei yang dirilis oleh Indikator Politik Indonesia dan Charta Politika baru-baru ini.
Survei Indikator Politik Indonesia mengklaim bahwa elektabilitas calon presiden 2024, Ganjar Pranowo dan Prabowo Subianto, meningkat, sedangkan elektabilitas dari Anies Baswedan menurun.
“Ketika persetujuan Presiden naik pada Desember, Ganjar dan Prabowo yang mengambil keuntungan, menikmati elektabilitas yang lebih tinggi,” kata Direktur Eksekutif Indikator Politik Indonesia Burhanuddin Muhtadi dalam diskusi daring, Rabu (4/1), membenarkan klaimnya.
“Ganjar menempati posisi pertama dalam simulasi tiga calon presiden dengan elektabilitas 35,8 persen. Elektabilitas Anies 28,3 persen, sedangkan Prabowo 26,7 persen,” ujarnya.
Tak kalah seru, lembaga survei lainnya, Charta Politika Indonesia, mengklaim unggul atas elektabilitas Ganjar sebesar 42,8 persen. Ganjar meninggalkan dua pesaing terberatnya, Anies dan Prabowo.
“Mas Ganjar naik 42,8 persen, jauh di belakang Anies 28,1 persen sedangkan Pak Prabowo 23,9 persen,” kata Direktur Eksekutif Charta Politika, Yunarto Wijaya online, Kamis (22/12), melebih-lebihkan klaimnya.
Di sisi lain, survei Median melaporkan kontradiksi dalam temuannya yang menyimpulkan bahwa elektabilitas Prabowo, Anies, dan Ganjar sedikit banyak bersaing ketat.
Namun diklaim, Prabowo berada di posisi pertama capres dengan elektabilitas tertinggi. Anies menempati posisi kedua dan parahnya Ganjar harus puas berada di posisi ketiga. Namun, selisih elektabilitas ketiga tokoh tersebut hanya sekitar 1 persen, katanya.
“Elektabilitas calon presiden jika pilpres digelar sekarang adalah Prabowo di urutan pertama dengan 24,2 persen, Anies di urutan kedua dengan 23,8 persen dan Ganjar 23,7 persen,” kata Direktur Eksekutif Median Rico Marbun dalam jumpa pers di Jakarta Pusat. pada November 2022.
Pengumuman baru-baru ini oleh survei Burhanuddin Muhtadi menaikkan alis mata publik. Mengapa?
Bahkan dalam angka yang disajikan oleh survei Indikator Politik sebelumnya, mereka tidak konsisten. Disebutkan pada awal Desember tahun lalu, indikasi elektabilitas Anies Baswedan meroket, terlihat dari tren tingkat elektabilitas Anies Baswedan yang terus meningkat. Sedangkan Prabowo dan Ganjar mengalami tren penurunan elektabilitas.
“Saat rating Presiden naik pada Desember lalu, Ganjar dan Prabowo-lah yang menurunkan elektabilitas Anies,” klaim Burhanuddin Muhtadi dalam diskusi nekat, Rabu (4/1).
Ganjar diklaim menempati urutan pertama dalam simulasi tiga calon presiden dengan elektabilitas 35,8 persen. Elektabilitas Anies 28,3 persen, sedangkan Prabowo 26,7 persen.
“Saya ingat pernyataan Zulfan Lindan bahwa Anies dianggap antitesis dari Pak Jokowi. Ada beberapa kebenaran di sini. Saat persetujuan Presiden naik, elektabilitas Anies ditekan,” kata Burhanudidin membenarkan klaimnya.
Namun sebelumnya, seperti dikutip dari Republika.co.id (12/1/2022), Burhanuddin Muhtadi berpendapat tren elektabilitas Prabowo Subianto yang sebelumnya 34,5% pada Januari 2021, turun menjadi 23,9% pada November 2022. Begitu juga dengan elektabilitas Ganjar Pranowo yang secara konsisten menurun sejak November 2021 dari 36,6% menjadi 33,9% pada November 2022.
Survei FDS-UI: Anies unggul
Berdasarkan survei Muhtadi pada awal Desember 2022, laporan survei terbaru FDS UI tidak salah ketika menegaskan hanya Anies Baswedan yang elektabilitasnya terus naik secara konsisten. Pada November 2021, elektabilitas Anies dari 24,3%. terus meningkat secara signifikan hingga mencapai 32,2% pada November 2022.
Gubernur Jakarta periode 2017-2022 ini konsisten menduduki peringkat teratas dimana netizen selalu memberikan like, share, komentar dan reply, setelah pencalonannya oleh partai NasDem menjadi capres.
“Interaksi di sini adalah komunikasi dua arah antara kandidat dan netizen,” ujar CEO FDS UI Rulli Nasrullah dalam rilis yang diperoleh KBA News, Sabtu 31 Desember 2022.
Anies memang berhasil memikat hati netizen. Hal ini dibuktikan dengan akun yang terlibat mencapai 91.343 pada bulan September. Puan Maharani menyusul di posisi kedua (67.477), disusul Ganjar Pranowo (60.891) dan Prabowo Subianto (48.184).
Anies menjadi kandidat paling populer di dunia maya. Hasil pemetaan percakapan publik di media sosial dan pemberitaan di media online selama September 2022, Anies berhasil mendapatkan 478.942 mention. Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo berada di posisi kedua (264.545), diikuti Puan Maharani (174.435) dan Prabowo Subianto (114.649).
Pemetaan percakapan publik di media sosial dan berita di media online telah dilakukan FDS UI Research & Consulting sejak Juli 2022 yang dibagi menjadi 2 periode, sebelum dan sesudah deklarasi.
FDS UI Research & Consulting juga mencatat bahwa peta gerakan koalisi dalam politik nasional semakin sempit dan sejak saat itu intensitas aktivitas politik nasional meningkat pesat, terutama di media massa dan media sosial.
Maksud dan tujuan framing negatif
Menurut KBA News, memang semakin mendekati akhir masa jabatan Presiden Jokowi, semakin menggila pengumuman hasil survei tersebut jelas merupakan bagian dari skenario pemblokiran Anies Baswedan yang ditakuti para oligarki sehingga ingin mencegahnya. berpartisipasi dalam kontes pemilihan presiden.
Jelas ini adalah suara orde para oligarki yang semakin agresif menciptakan opini negatif terhadap Anies maupun terhadap NasDem, saat mereka mengamankan capres terpilih untuk melanjutkan kebijakan demi kepentingannya.
Tidak aneh jika di permukaan terasa janggal dan survei dengan klaim yang semakin amburadul cenderung ingin menggoyahkan opini publik dan ulah perusahaan survei abal-abal semakin meresahkan masyarakat, komentar pakar survei dari Survey Lintas Nusantara Andi Akmal kepada DailyNews Indonesia beberapa waktu lalu. yang lalu.
“Survei jenis ini semakin marak, dan mereka rajin menjalankan perintah yang pada akhirnya menjadi sampah demokrasi. Menjualnya adalah bentuk ‘penipuan publik’ meskipun tidak ada pembeli.” dia melanjutkan.
Publik kini sadar bahwa semakin mendekati tahun 2024 kegiatan survei -profesional atau palsu- semakin menggila. Ada dana ratusan triliun rupiah, seperti dugaan pengacara Kamaruddin Simanjuntak, untuk kerja media, politisi, penegak hukum, dan pemerintah untuk tujuan win-win dan target tetap berkuasa.
Perusahaan survei ini sebenarnya sadar bahwa masyarakat paham mereka berniat menipu opini dengan menjual hasil polling mereka ke publik. Mereka sadar kontestan partai bahkan calon presiden melakukan survei internal sendiri apa adanya karena penting untuk krisis politik.
Tapi masalahnya bukan itu, melainkan ada dana oligarki besar yang bisa dicairkan dengan proposal dengan tujuan tersebut, komentar seorang pakar survei.
“Sekarang hampir setiap hari ada pihak yang mengaku sebagai perusahaan survei, padahal di permukaan mereka mengaku sebagai konsultan politik profesional, dan jelas mereka meluncurkan hasil survei untuk mempengaruhi opini publik, tentunya dengan bayaran,” komentarnya. Dan saya.
“Agak tragis juga, umum termasuk pilpres adalah lahan perusahaan survei dan media ‘panen besar’ dalam semangat ‘rame-rame pata cengke’ dan ‘maju tak gentar membela yang bayar’. untuk membela mereka yang membayar) padahal demi kepentingan oligarki mereka terpaksa mengorbankan kejujuran akademik dan harus membohongi rakyat demi kelangsungan hidup,” jelasnya.
Maka tidak mengherankan jika besok dan seterusnya akan ada lagi perusahaan survei sekelas Indikator Politik Indonesia yang dengan berani dan tanpa malu-malu mengumumkan hasil yang bertolak belakang dengan kenyataan.
Inilah yang membuat publik semakin tidak percaya dengan hasil survei yang dipublikasikan dengan tujuan dan imbalan materi yang jelas, komentar netizen lain yang kecewa dengan cara bekerja tanpa etika atau dalam hal prinsip ilmiah.
Seperti diketahui, banyak perusahaan konsultan politik dengan kontrak membayar perlindungan di balik survei yang seharusnya mengedukasi publik dengan hasil survei yang dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan metodologis, malah menjadi opinion leader, keluh netizen.
“Dalam praktik ini, perusahaan survei merongrong demokrasi, demikian kesimpulan berbagai komentar netizen di media sosial.
Netizen mencatat bahwa ada 3 survei yang disinyalir seperti mengada-ada, dan salah satunya diduga Survei Indikator Politik Indonesia. Survei ini juga tak berani menyangkal fakta dengan alasan Anies kini mendominasi capres 2024.
Warganet juga heran mengapa survei tersebut keluar dengan hasil yang bertolak belakang, padahal keduanya mengklaim waktu, jumlah responden dan metodologi yang kurang lebih sama.
Sebagai tandingan Indikator Politik dan Matriks Politik Indonesia, misalnya, lembaga Survey & Consulting Indopol merilis hasil surveinya pasca terpilihnya Anies oleh NasDem.
Di balik itu, ada pembingkaian jahat untuk menjatuhkan peluang Anies Baswedan sekaligus NasDem sebagai pembawanya.
Jadi, lengkaplah Anies dikerubungi lawan dari segala penjuru: partai-partai pendukung rezim petahana, lengkap dengan sorak-sorai pemimpin yang tidak tanggung-tanggung: lembaga negara—seperti KPU, Bawaslu—eksekutif, legislatif, bahkan yudikatif dan organ lain. -lembaga penegak hukum, juga didukung oleh organisasi pembentuk opini. media, organisasi survei, dan buzzers.
Dalam survei yang dilakukan Indopol Survey & Consulting pada November 2022, Anies Baswedan memiliki elektabilitas tertinggi sebagai capres.
“Ketika masyarakat ditanya jika pemilihan presiden dilaksanakan hari ini, pilihan teratas adalah Anies Baswedan sebesar 30,33 persen,” seperti dilansir dari survei akun Instagram @indopol.
Setelah Anies, peringkat selanjutnya ditempati Ganjar Pranowo. Gubernur Jawa Tengah memperoleh elektabilitas sebesar 25,53 persen. Menyusul, Prabowo Subianto dengan elektabilitas 15,37 persen.
Kemudian, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil berada di urutan keempat dengan elektabilitas sebesar 4,88 persen. Berikutnya, Sandiaga S Uno dengan elektabilitas 2,68 persen.
Kemudian mantan Panglima TNI Andika Perkasa berada di peringkat enam dengan elektabilitas 1,71 persen. Disusul Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dengan 1,54 persen, dan terakhir Muhaimin Iskandar dengan 1,30 persen.
Padahal, survei median menunjukkan elektabilitas Prabowo, Anies, dan Ganjar masih bersaing ketat, yang masih masuk akal, kata Dr. Bambang.
Nampaknya kedua perusahaan survei ini ingin membalikkan pendapat beberapa survei lain bahkan jajak pendapat terbuka yang dilakukan oleh TVOne dan para pegiat media sosial lainnya yang membenarkan opini publik bahwa sejak dideklarasikan oleh NasDwm calon presiden Anies dan partainya mengalami peningkatan elektabilitas dan elektabilitas. popularitas tajam.
Hal ini semakin dekat dengan realita safari politik Anies yang diikuti ratusan ribu massa antusias mengelu-elukan capres bertemakan perubahan di berbagai daerah dan kekhawatiran yang semakin meningkat bahwa rezim yang semakin agresif mencegah peristiwa serupa di berbagai daerah mengundang Kedatangan Anies, seperti yang terjadi di Aceh. Medan, Padang, Pekanbaru, di berbagai kota di Jawa Barat dan Jawa Tengah.
“Anies seolah diserang dari berbagai sudut dan berbagai pihak dengan semangat partisan. Jika massa Anies tidak dilarang menggelar safari politik di kota-kota besar Bandung, Surabaya, dan Jakarta, bisa dibayangkan kehadiran jutaan massa, dan ini belum pernah terjadi dalam sejarah kita,” kata pengamat sosial politik Bambang Hartoyo Ph. .D kepada KBA News, baru-baru ini.
Terakhir, Bambang menantang perusahaan survei yang tendensius itu untuk berani berterus terang tentang ada atau tidaknya kontrak uang dan siapa pihak yang membayar survei mereka.
*Haz Pohan, Pemimpin Redaksi, KBA News