Daily News Indonesia | DI NEGERI tertutup, apalagi ketika rejim komunis yang berkuasa, tindakan atas nama kepentingan partai digunakan untuk menindas rakyatnya. Semakin tertutup, semakin kejam, semakin kuat pula ikhtiar para pejuang untuk menunjukkan keboborokan rejim di dunia internasional. Itulah yang terjadi di Xinjiang, ketika jutaan Muslim dipaksa masuk ke kamp deradikalisasi.
Harap dicatat, tidak ada HAM di sini. Karena tertutup bagi media internasional atau PBB sulit memverifikasi kebenaran suatu berita.
Kemarin merebak di media sosial informasi yang belum terverifikasi tetapi cukup menarik. Di Xinjiang ada pejabat partai bernama Chen Quanguo. Wajahnya damai dan tampak teduh, tetapi kelakuannya di luar batas dan akal manusia.
Chen ini komunis tulen. Apapun demi ideologi dan kepentingan partai dia akan lakukan. Metoda kerjanya ya mirip ISIS itu, kata pembangkang yang membocorkan rahasianya. Sama-sama suka dengan program ‘cuci otak’ alias ‘brainwashing’.
Saat ini Chen menjabat sebagai CEO partai Komunis di provinsi Xinjiang, tempat belasan juta Muslim Uighur tinggal, kata laporan itu.
“Sebelum itu, Chen memimpin partai komunis di Tibet. Di sana ribuan biarawan Buddha dipaksa seperti anak TK mengikuti ospek ala pemerintah Komunis. Mirip seperti Uighur, orang Tibet memang menyimpan asa merdeka dari China, makanya Dalai Lama terus hidup di pengasingan,” katanya.
Bertugas di Xinjiang sejak Agustus 2016, Chen membuat gebrakan lebih dahsyat. Kebijakannya bukan lagi sekadar pembatasan ibadah, pembatasan belajar Islam bagi anak-anak dan pembatasan budaya Uighur seperti kepala daerah sebelumnya. Maka dibukalah kamp konsentrasi raksasa oleh Chen untuk mencuci otak warga Uighur yang dituduh ‘terpapar radikal bebas’.
Majalah bereputasi tinggi ‘Economist’ mengatakan metoda yang digunakan di Tibet dipandang berhasil oleh rejim RRT, dan ini yang menjadi rujukan mereka dalam melaksanakan metoda cuci-otak di Xinjiang. Bahkan dengan praktik yang lebih parah, di luar akal dan fikiran bahwa hal seperti ini masih terjadi di muka bumi.
“Target program ini jutaan Muslim. Karena ini rekayasa sosial, kamp didukung pula kebijakan lain dengan dalih pendidikan ulang. Khusus anak-anak yang orang tuanya masuk kamp ada panti asuhan komunis. Juga 1 juta kader Komunis disebar untuk tinggal di rumah-rumah keluarga Muslim Uighur.”
Mereka yang masuk kamp tak punya kejelasan kapan dilepas, suka-suka Chen saja. Bahkan anak buah Chen yang dianggap membangkang karena sengaja melepas atau menghalangi penangkapan orang Uighur langsung ‘dihilangkan’.
Jangan harap menjalankan 5 rukun Islam selama di kamp Komunis. Makin relijius anda makin dianggap pasien “kronis” dan makin berat penanganan yang dilakukan. Seorang warga Kazakh pernah masuk di sana, bersaksi bahwa ia dipaksa murtad, dengan berbagai siksaan dijalaninya, kata laporan yang bocor ke luar.
“Seperti doktrin dasar Komunis di seluruh dunia, di kamp China peserta dipaksa melepas diri dari penghambahan kepada Allah, lalu diarahkan untuk mengultuskan tokoh-tokoh Komunis yang masih hidup maupun yang sudah jadi wafat. Mereka bilang para tokoh ini komunis telah berjasa kepada rakyat RRT.
“Chen tak pandang bulu dalam memasukkan Uighur ke dalam kamp penahanan. Mau laki-laki atau perempuan, tua atau muda, gadis atau menikah, bahkan wanita Hamil.”
Seorang Muslimah bernama Buzainafu Abudourexiti hilang sejak 2017 hingga hari ini. Kabar terakhir yang diterima keluarga, ia dihukum 7 tahun penjara. Saat ditangkap, Buzainafu sedang hamil dan berencana ke Australia untuk menyusul suaminya. Namun cerita indah itu gagal total. Bahkan janin yang dikandung itu telah gugur, kata pejabat setempat.
Tak jelas apa kesalahan Buzainafu. Sebelumnya kehidupannya normal, hanya saja ia pernah 2 tahun belajar di Mesir, salah satu negara Timur Tengah yang dianggap merah oleh China.
Ada ribuan Buzainafu-Buzainafu lain di Xinjiang sejak pak Chen menjabat. Nasib mereka tak jelas. Tidak bakal ada penegakan hukum, karena mereka menganggap konsep hak asasi manusia itu bertentangan dengan ideologi partai.
Dalam Kapitalisme rakyat dieksploitasi oleh kapitalis alias pemilik modal. Di dalam sistem komunisme peran itu digantikan oleh para petinggi partai. Sama saja.
Semakin ditekan, rakyat semakin melawan. Semakin sulit pula rejim komunis RRT menutupi apa yang sedang berlangsung di Xinjiang. Propaganda komunis untuk mengatakan keadaan di Xinjiang baik-baik saja mungkin termakan oleh ‘tamu atau undangan’ yang menjadi turis diundang melihat sisi-sisi kebaikan program deradikalisasi di kamp-kamp penahanan Uighur.
“Mereka cuma menjadi turis seminggu, tidak memahami rakyat Uighur sudah puluhan tahun menderita di bawah cengkeraman rejim komunis itu,” kata seorang pengamat.
Oleh: Haz Pohan, Pemred DNI.
Discussion about this post