KINI seluruh perhatian 6 milyar umat manusia mengarah pada pertanyaan: kapan Covid-19 berlalu?
Wajar, dalam hitungan singkat setengah juga telah terinfeksi, dan puluhan ribu meninggal dunia. Karena vaksin belum ditemukan, pemerintah dan para ahli –terutama dokter dan pekerja media di rumah sakit—melakukan apapun cara untuk menemukan jalan akhir bagi malapetakan kesehatan dunia ini.
Berita dunia kini 85 persen tertuju pada aksi Covid-19 mengacak-acak kehidupan manusia secara total: politik, ekonomi, sosial-budaya, iptek bahkan pertahanan keamanan.
Berita-berita dan opini itu ada yang positif memberi harapan tetapi tak kurang menimbulkan pesimistis. Ada yang bersandarkan pada data faktual, tetapi tak kurang opinisi-opini tak berdasar pun berhamburan. Semua ingin beropini, dan tak jelas siapa ahli siapa pengamat pinggir jalan.
Sikap optimis bagu, asal bisa dipertanggungjawabkan. Karena, sikap pesimis, frustrasi dan kegalauan ini memperlemah imunitas tubuh, kata para ahli.
Harus diakui Covid-19 ini dimensinya tak terperikan. Cakupan dan magnitude-nya melebihi situasi perang dunia. Ini unprecedented!
“Jangan panik bila mendengar ada kenaikan jumlah pasien Corona yang berlangsung begitu cepat. Dalam sebuah epidemi kenaikan jumlah adalah hal normal, namun perlahan-lahan jumlahnya akan menurun tajam,” pesan Michael Levitt, ahli biofisika dan pemenang Nobel asal Stanford.
Dia memprediksi akan ada peredaan wabah Corona dalam waktu tak terlalu lama lagi, begitu disiarkan oleh LA Times, 23 Maret 2020.
Bukan karena pemegang nobel yang tidak mungkin berkelas pengamat ‘pinggir jalan’, Levitt tidak bisa dipandang enteng. Sebelumnya dia secara akurat memprediksi penurunan wabah Corona di China, ketika dunia mulai panik.
Levitt tidak percaya wabah Corona di dunia akan berlangsung berbulan-bulan dan memakan korban jutaan orang.
“Yang kita harus lakukan adalah jangan panik!” katanya.
Secara umum, katanya “kita akan baik-baik saja”.
Bagi Levitt, menerapkan social distancing atau phisical distancing, harus diimbangi dengan resonable social distancing. Katanya, ini sudah cukup untuk mencegah berjatuhannya korban secara cepat.
Apa referensi Levitt?
Dari pengamatannya, terdapat pola serupa di dunia. Pada awalnya akan ada ‘ledakan’, peningkatan secara cepat jumlah orang yang teridentifikasi terkena Corona. Seiring dengan itu, jumlah orang yang meninggal pun akan bertambah dengan cepat.
“Jumlah korban ini di hari-hari berikutnya akan terus bertambah, namun dengan laju yang lebih rendah. Bila laju penambahan jumlah secara konsisten menurun di banding hari-hari sebelumnya, itu adalah tanda-tanda bahwa wabah akan mereda,” katanya.
Levitt sebelumnya secara tepat memprediksi meredanya wabah Corona di Cina. Setelah mempelajari statistik korban, pada 1 Februari, Levitt mengeluarkan prediksi yang dikutip banyak media Cina, bahwa kasus Covid-19 di negara itu akan mencapai 80.000 korban dengan 3.250 meninggal
Ramalannya kurang lebih akurat. Pada 16 Maret, jumlah penderita Corona mencapai 80.259 kasus dengan 3.245 meninggal. Penambahan pasien setiap hari saat ini sudah sangat sedikit. Dapat dikatakan, epidemi di Cina sudah berakhir.
Levitt yang memenangkan Nobel pada 2013, memprediksi negara-negara lain pun akan mengikuti pola serupa, bahkan kini tidak perlu menjalankan sistem lockdown ketat seperti yang dilakukan Cina. Ini menggembirakan.
Ia kini menganalisis data dari 78 negara yang melaporkan adanya penambahan 50 kasus baru setiap harinya. Dia melihat adanya ‘tanda-tanda pemulihan’ di banyak negara itu.
Yang menjadi fokus perhatiannya bukanlah total jumlah kasus, namun jumlah kasus baru yang teridentifikasi setiap hari.
“Jumlahnya tentu saja masih mengkhawatirkan, tetapi tanda-tandanya jelas bahwa ada pelambatan kenaikan.”
Dia bahkan melihat itu terjadi di Iran. Meski penambahan kasus di Iran setiap hari masih konstan (di atas 1.000), namun Levitt percaya Iran sudah melewati puncak krisis.
“Iran sudah melewati titik tengah perjalanan Covid-19.”
Levitt juga menunjukkan apa yang terjadi di kapal Diamond Princess sebagai kasus penting. Diamond Princess adalah kapal di mana para penumpang berinteraksi secara intensif selama berhari-hari. Di kapal itu ada 3.711 penumpang, 712 terinfeksi dan 8 meninggal.
Artinya, dalam kapal sepadat itu, yang terkena mencapai 19,2%. Tapi yang meninggal 1,12% dari yang positif Corona.
Levitt menyatakan, masyarakat tidak boleh menganggap remeh Corona. Tapi juga jangan terlalu panik.
Dalam hal ini ia mengeritik media yang menciptakan kepanikan dengan menonjolkan data-data penambahan jumlah korban dan kisah orang terkenal yang terkena.
Levitt bahkan mengritik langkah-langkah lockdown atau menutup roda ekonomi yang pada gilirannya akan melahirkan kekalutan kesehatan tersendiri, akibat tingginya jumlah orang yang kehilangan pekerjaan dan mata pencaharian.
Ia memperingatkan penelitian-penelitian yang menunjukkan peningkatan jumlah orang bunuh diri tatkala spiral ekonomi menurun.
Virus ini hanya akan tumbuh secara eksponensial bila tidak ada kontrol terhadapnya, kata Levitt.
“Kondisi sesungguhnya jauh dari tahap kehancuran sebagaimana yang mungkin dibayangkan.”
Levitt juga merisaukan bahwa kepanikan akibat informasi tentang dampak Corona yang berlebihan akan mengakibatkan banyak orang takut dan justru tidak mau menyatakan dirinya terkena.
“Mereka yang secara berani menyatakan dirinya terkena virus harus diperlakukan sebagai pahlawan,” ujar Levitt.
Terus, bagaimana kita menyikapi pendapat Levitt?
“Insya Allah ini menjadi kenyataan. Kita sudah berbulan-bulan menghadapi isu Covid-19, dan semua umat manusia menunggu ‘the light at the end of the tunnel’ dan kehidupan pulih seperti sediakala.”
“Kita tak berani pesimis, karena ini akan mengakibatkan korban-korban tak perlu,” kata seorang pengamat sosial di Jakarta.
Dituliskan kembali oleh: Haz Pohan, Pemred DNI
Discussion about this post