Daily News|Jakarta – Semua media di dunia ramai mewartakan dan menyiarkan sholat Jumat di Masjid Aya Sofya tanggal 24 juli 2020.
Media-media di tanah air pun termasuk yang paling benci pada Islam dan kaum muslimin seperti kompas juga ikut mewartakan.
Keputusan Presiden Rojab Thoyyib Erdogan telah membuat guncang dunia. Bukan hanya di Dunia Arab, Asia Tengah, Eropa, dan Amerika, bahkan di Timur Jauh–seperti Indonesia, juga terjadi kegemparan.
Dikalangan pemimpin zionis arab– seperti UEA, Mesir dan Saudi melalui media-media resmi serta lalat-lalat elektroniknya, mereka menyatakan penyesalan besar. Dan menganggap keliru keputusan kenegaraan Turki.
Dikalangan nashrani–seperti Yunani dan Prancis, mereka memandang tanggal 24 juli 2020 sebagai hari berkabung kaum nashrani internasional. Dan Yunani mengibarkan bendera setengah tiang. Lucunya di media komando pastur (kompas) sikap Yunani tersebut disebut sebagai sebuah sindiran.
Padahal sejatinya Yunani betul-betul meradang dan bersedih. Yunani dan negara-negara sekutu belum bisa menghilangkan dendam, kebencian dan permusuhan kepada Imperium Ottoman.
*
Apakah Anda paham arti dibalik tanggal 24 Juli?
Bukan sebuah kebetulan Presiden Erdogan menetapkan tanggal 24 juli 2020 sebagai hari pertama sholat setelah memfutuhkan Aya Sofya kedua kalinya. Futuh pertama pada masa Sultan Muhammad Al-Fatih. Dan futuh kedua pada masa Presiden Rojab Thoyyib Erdogan.
Tanggal 24 Juli 1923 adalah hari ditekennya Perjanjian Lausanne 2 antara Turki dan Negara-negara Sekutu.
Perjanjian itu berimplikasi menghapus secara resmi Khilafah Utsmaniyyah. Dan semua wilayah Turki dibagi berdasarkan ras, suku, bahasa dan budayanya.
Iraq, Syam (Syria, Jordania, Palestina dan Lebanon), Mesir, Libya, Sudan, Jazirah Arobiyyah dll yang tadinya dibawah kekuasaan Imperium Ottoman dilepaskan menjadi negara merdeka berdasarkan kebangsaan dan atau sekularisme. Mereka kemudian disebut dengan istilah “Timur Tengah”.
Turki pun wilayahnya juga dibatasi berdasarkan perjanjian zalim tersebut. Perbatasan Turki dengan Bulgaria dan Yunani ditetapkan dengan merugikan Turki.
Tanggal 24 juli adalah hari malapetaka besar bagi umat Islam. Karena sejak itu umat Islam menjadi objek. Terjadi konflik antar mereka tanpa ada kesudahan. Umat diusir dari tanah kelahirannya, dibantai tanpa alasan yang jelas, hidup dalam kemiskinan dan ketidakadilan, serta hidup dalam kebodohan agama dan ilmu pengetahuan.
*
Tiga tahun lagi Perjanjian Lausanne 2 akan berakhir. Perjanjian yang mengikat dan membelenggu Turki itu akan berakhir 2023.
Pasca 2023 Turki sepenuhnya lepas dari perjanjian yang menghukum dan membelenggunya.
Sejak Erdogan dan AKP berkuasa di Turki tahun 2002, Perjanjian Lausanne 2 banyak disebut.
Erdogan dalam banyak kesempatan menyebut tahun 2023. Tahun 2023 adalah tahun Turki bebas penuh sebagai negara dari perjanjian-perjanjian yang membelenggunya. Tahun itu lebih dari sekadar hari raya bagi Turki. Dan Turki tahun itu berdaulat penuh, power full dan siap menjadi pemain utama dunia.
Tahun 2023 adalah tahun penantian panjang. Selama seratus tahun atau satu abad Islamis Turki bersabar. Banyak Islamis yang berkorban besar dalam penantian itu. Sebagian, seperti Perdana Menteri Mandaris, mempersembahkan kepala, darah dan jiwanya bagi Islam.
Erdogan telah mengingatkan Eropa dan seluruh dunia bahwa datangnya tahun 2023 akan melahirkan negara Turki yang baru sama sekali.
Hari Jumat tanggal 24 Juli 2020 lalu sholat jumat diikuti tak kurang dari 300 ribu kaum muslimin.
Pada sholat bersejarah tersebut pemerintah Turki menyiapkan 21 ribu polisi, menyediakan 18 klinik lengkap, menyiagakan 736 dokter, dan 110 mobil ambulance.
Yang paling mencolok dalam upacara sholat jumat tersebut adalah dimulai dengan tilawah Al-Qur’an yang dilakukan Presiden Erdogan. Dan khotib jumat Dr. Ali Arbasy, kepala urusan keagamaan Turki, naik mimbar dengan bertumpu pada pedang Muhammad Al-Fatih.
Ali Arbasy menjelaskan sebelum itu bahwa dikembalikannya Aya Sofya sebagai masjid merupakan secercah harapan (pembebasan) bagi masjid-masjid di dunia yang berduka dan dizalimi.
Secara fakta Masjid Al-Aqsho dijajah zionis yahudi, Masjid Cordova dijajah katholik Spanyol, dan Masjid Babri dihancurkan musyrikin Hindu India.
Khothib jumat naik mimbar dengan bertekan pada senjata seperti busur panah dan atau pedang sebenarnya adalah sunnah yang telah ditinggalkan.
Dalam madzhab hanbali sendiri disunnahkan khotib naik mimbar untuk khotbah dengan bertekan pada tongkat atau busur panah atau pedang.
Perbuatan Ali Arbasy juga buat menghidupkan sunnah yang telah ditinggalkan tersebut. Juga menghidupkan lagi kebiasaan khothib melakukan khotbah jumat di masa Khilafah Utsmaniyyah dengan membawa pedang. Serta menyimbolkan bahwa Kota Konstantinopel ditaklukkan dengan pedang. Dan selama 481 tahun kebiasan itu berlaku di Aya Sofya.
Ali Arbasy memberi pesan kepada semua umat Islam di dunia bahwa agama Islam mampu memfutuhkan dunia adalah dengan pedang.
Wahai para pemuda Islam masa depan adalah milik Islam. Sayyid Quthub sudah menulis tentang itu dalam buku khusus. Silakan baca sendiri bukunya.
Ayo kembali kepada Islam. Tinggalkan sekularisme. Sekularisme adalah sampah dan racun yang buat kita terbelakang, tertindas, dan menjadi objek setan-setan dunia.
Semoga kita masih bisa menyaksikan tahun 2023. (HMP)
Discussion about this post