Daily News|Jakarta – Bagi perantauan China di seluruh dunia, WeChat itu lebih dari sebuah aplikasi percakapan: aplikasi ini kerap menjadi saluran utama untuk tetap berhubungan dengan teman-teman dan keluarga di kampung halaman.
Keputusan Presiden AS Donald Trump akhir pekan lalu yang memerintahkan perusahaan Amerika untuk menghentikan bisnisnya dengan WeChat telah memicu gelombang kejutan.
“WeChat telah menjadi sarana ‘itu’ bagi orang-orang yang berbahasa Mandarin, tak peduli di mana pun kamu berada di seluruh dunia,” kata seorang warga Shanghai kepada BBC.
Aplikasi dengan jutaan pengguna ini pada dasarnya adalah sebuah platform jejaring sosial, tapi bisa juga digunakan untuk berbagai aktivitas harian seperti berbelanja, bermain gim, dan bahkan kencan.
Tapi WeChat dinilai memiliki sisi politis. WeChat dilihat sebagai sebuah instrumen kunci dari aparat pengawasan internal China.
Dalam sebuah perintah eksekutif, Presiden Trump menandai WeChat sebagai sebuah ancaman bagi keamanan nasional Amerika Serikat dan menuduh aplikasi ini mengumpulkan “slot yang luas” dari data pengguna, mengancam data pribadi dan hak milik informasi warga Amerika.
Bos WeChat, TenCent, diperintahkan untuk menjual apllikasi ini pada pertengahan September nanti atau akan menghadapi larangan untuk beroperasi di Amerika.
Di sisi lain, langkah memblokir WeChat, merupakan contoh yang menonjol dari inovasi teknologi China yang dilihat oleh banyak warga China sebagai sebuah serangan terhadap budaya, rakyat dan negara mereka.
Menanggapi kebijakan Trump, kementerian luar negeri China menuduh Amerika menggunakan alasan keamanan nasional sebagai kedok untuk menundukkan China.
Warga China yang merantau di AS terkejut dengan langkah ini, dan banyak orang khawatir – bukan hanya mengenai berhubungan dengan orang-orang yang dicintai, tapi ini terkait dengan hubungan China dan Amerika.
Menghancurkan impian
Jennie, 21 tahun, adalah mahasiswa di Universitas California dan mengetahui kebijakan ini saat menggunakan WeChat.
“Pada awalnya saya tidak percaya bahwa itu benar,” katanya kepada BBC. “Kemudian saya sangat marah.”
Jennie menghabiskan waktu sekitar empat jam per hari dengan WeChat, menggunakannya untuk menghubungi orang-orang di AS dan China. Ini juga menjadi sumber infromasi virtual dan dia menghabiskan banyak waktu membaca artikel yang dipublikasi pada akun publik media China, pembuat konten dan kalangan pengusaha.
Pada peringatan hari Pembantaian Tiananmen, Jennie sempat mengunggah sebuah kalimat peringatan. Tapi secara tiba-tiba kalimat tersebut dihapus, dan seluruh akun publiknya lenyap.
Dia mengatakan kepada BBC, “sangat khawatir” bahwa WeChat akan menyebarkan informasi tentang dirinya kepada pemerintah China, tapi sangat menentang Amerika untuk memblokir aplikasi tersebut.
“Ini akan mirip seperti apa yang dilakukan China – penyensoran,” kata Jennie.
Ia biasa mempublikasikan akun publiknya, sampai akhirnya disensor oleh WeChat dua tahun lalu.
Jennie meyakini bahwa harus ada alternatif lain untuk mengelola ancaman yang dimunculkan oleh WeChat, daripada melarangnya sama sekali.
“Saya ingin belajar di Amerika karena keterbukaannya, tapi langkah ini telah menghancurkan angan-angan saya.”
Rasa kekecewaan ini juga diungkapkan perantau China lainnya di Amerika.
Amerika tidak menginginkan imigran China
“Saya awalnya berpikir bahwa Amerika itu inklusif secara budaya,” kata Miley Song seorang imigran China di California. Dia meyakini pemerintah AS telah mengirim “sebuah sinyal tidak menginginkan” imigran China masuk ke negaranya.
Ibu berusia 30 tahun ini juga sering menggunakan aplikasi WeChat untuk berhubungan dengan orangtuanya di China, yang juga ikut panik setelah mendengar perintah eksekutif dari Presiden Trump.
Tapi Song mengatakan sangat optimis. “Larangan ini tampak sangat tidak jelas. Saya pikir mungkin sulit untuk melarang WeChat sepenuhnya,” katanya, “Kita tunggu dan lihat nanti.”
Meskipun tidak terlalu khawatir tentang larangan tersebut, Song lebih mengkhawatirkan mengenai masa depannya di Amerika.
Di tengah masa pandemi, dan dengan pemilu presiden yang sedang bergulir, Song berpikir pemerintahan Trump mencoba untuk mengalihkan perhatian dari peningkatan jumlah orang yang meninggal karena Covid-19 dan penurunan jumlah dukungan suara jelang Pemilu.
“Kalau tidak, kenapa Trump lebih fokus untuk membongkar aplikasi China sekarang?”
‘Tertanam sepenuhnya pada kehidupan orang-orang’
Ada juga kekhawatiran di antara mereka yang kembali ke China setelah tinggal dan belajar di Amerika.
Rachel sudah tinggal selama 10 tahun di Amerika, seperti halnya warga China yang merantau menjadi mahasiswa di Washington, DC.
Saat ini di Shanghai, WeChat telah “tertanam sepenuhnya pada kehidupan keseharian orang-orang,” katanya kepada BBC.
“Jika kamu tinggal di China, kamu tak akan bisa pergi ke mana-mana tanpa dua aplikasi besar: satunya itu WeChat dan satunya lagi AliPay,” kata Rachel. “Kalau kamu mau beli sebotol susu, kamu buka layanan WeChat Pay atau AliPay untuk memindai kode QR dan membayarnya, dan kebanyakan toko tidak menerima uang tunai.”
WeChat juga pernah digunakan sebagai aplikasi pelacak yang membantu pemerintah China mengendalikan penyebaran virus corona.
Meskipun perintah Presiden Trump akan berdampak kecil pada aktivitas sehari-hari di China, tapi Rachel mengatakan ia akan semakin sulit untuk berhubungan dengan orang-orang di Amerika.
Akibatnya, kata dia, sejumlah orang sedang menjajaki alternatif lain seperti menggunakan aplikasi komunikasi Line, atau VPN – virtual private network yang berfungsi menutupi lokasi gawai seseorang.
“Sungguh menyedihkan sampai ini terjadi,” kata Rachel. “Saya melihat masing-masing sisi, selalu ada sisi baik dan buruk dari masing-masing negara, dan saya ingin netral tapi ini lebih sulit dan semakin sulit menjadi netral.” (HMP)
Discussion about this post