Nama Gibran Rakabuming sekarang tengah ramai diperbincangkan. Bukan karena ia melansir produk baru bisnis kulinernya. Bukan karena itu ia sekarang ramai dibicarakan. Tapi langkah Gibran yang banting stir dari pengusaha makanan ke dunia politik, itu yang tengah disorot.
Gibran memang bukan pengusaha kuliner biasa. Usianya memang masih muda. Gibran kelahiran 1 Oktober 1987. Ia lahir di Surakarta, kota yang mulai membesarkan nama ayahnya.
Ya, Gibran tak lain adalah putra sulung Joko Widodo, mantan Wali Kota Surakarta yang sekarang kembali memanggul mandat menjadi orang nomor satu di republik ini untuk keduakalinya. Jelas status Gibran istimewa. Ia anak orang paling berkuasa di negeri ini. Anak presiden.
Sebagai anak Presiden, Gibran selalu jadi sorotan. Di jagad Twitter, bersama sang adik, Kaesang Pangarep, Gibran adalah salah satu bintangnya. Cuitannya selalu banyak di retweet warganet. Apalagi kalau sudah menjawab nyinyiran netizen soal Jokowi. Jawabannya yang santai tak meledak-ledak bahkan kerap dibumbui humor, banyak disukai penghuni republik Twitter.
Gibran sendiri sebelum jadi anak Presiden lebih dikenal sebagai pengusaha sukses di bidang kuliner. Lewat bendera ChilliPari, ia mengibarkan bendera bisnisnya. Salah satu lini bisnisnya adalah martabak Markobar. Sang adik, kini mengikuti jejaknya. Ikut-ikutan bergelut di dunia kuliner dengan brand sang pisangnya.
Tapi kini Gibran banting stir. Tak sekedar jadi pengusaha makanan. Ia resmi melangkah ke dunia politik. Dunia yang mengantarkan sang ayah hingga jadi orang nomor satu di republik ini. Padahal, pada saat meresmikan outlet Sang Pisang dan Markobar, di kawasan Cikini, Jakarta Pusat, bulan Agustus 2018, dengan tegas Gibran mengatakan ia tak tertarik masuk politik. Ia ingin fokus saja ke dunia bisnis kuliner yang digelutinya.
” Enggak, enggak tertarik menjadi politisi” jawab Gibran ketika ditanya para wartawan saat itu.
Tapi niat untuk fokus di dunia politik harus diralatnya. Sebab pada hari Senin (23/9) Gibran resmi mendaftar untuk jadi anggota PDIP, partai yang membesarkan sang ayah. Gibran pun resmi jadi kader banteng. Sebelumnya, memang santer, Gibran hendak maju dalam gelanggang pemilihan Wali Kota di Surakarta, kota kelahirannya. Bahkan beberapa partai kini sudah menimang-nimang namanya untuk digadang jadi calon Wali Kota. Tak hanya PDIP yang menimang. Partai lain juga seperti Partai Gerindra dan PAN. Bahkan PKS, partai oposisi.
“Gibran dan Kaesang masuk radar PKS,” begitu kata Sekretaris Bidang Politik Hukum dan Keamanan DPP PKS, Suhud Alynudin saat diwawancarai wartawan mengomentari munculnya nama Gibran dalam bursa calon Wali Kota Surakarta.
Namun sepertinya jalan Gibran untuk jadi calon Wali Kota Surakarta dari kandang banteng sedikit berliku. Sebab pengurus PDIP Surakarta sendiri telah mengajukan pasangan calon lain ke DPP PDIP yaitu Achmad Purnomo dan Teguh Prakosa. Achmad Purnomo tak lain adalah Wakil Walikota Solo. Sementara Teguh Prakosa, mantan Ketua DPRD Surakarta. Keduanya kader asli banteng.
” Gibran udah enggak ada kesempatan. Kita enggak buka pendaftaran. Kita penugasan partai. Dan itu (Purnomo-Teguh) aspirasi lima anak ranting sampai PAC kok,” kata FX Hadi Rudyatmo, Ketua DPC PDIP Surakarta yang juga Wali Kota di kota tersebut.
Tapi bukan berarti jalan Gibran tertutup sama sekali untuk maju ke gelanggang pemilihan lewat PDIP. Sebab mengutip pernyataan Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto, DPP masih membuka kemungkinan untuk mencalonkan Gibran. Ahmad Basarah, petinggi banteng lainnya juga menyatakan hal serupa. DPP PDIP masih mempertimbangkan Gibran.
“Sebenarnya tidak ada polemik terhadap pendaftaran Gibran sebagai bakal calon Wali Kota karena pintu pendaftaran masih bisa melalui kantor DPD PDIP dan DPP PDIP,” kata Basarah.
Gibran sendiri menyatakan akan manut apa keputusan DPP PDIP. ” Saya tegak lurus kepada semua keputusan partai,” ujarnya.
Lalu bagaimana peluang Gibran? Direktur Riset Charta Politika, Muslimin mengatakan, peluang Gibran untuk maju lewat PDIP masih terbuka. Faktor Jokowi akan ikut menentukan. Kans Gibran bisa menang dalam pemilihan Wali Kota, menurut Muslimin juga cukup besar. Kata Muslimin, Gibran punya peluang untuk sukses mengikuti jejak ayahnya. Jokowi effect masih memungkinkan mempengaruhi masyarakat untuk mendukung klan politik Jokowi ke depan.
” Apalagi kalau citra yang terbangun dri Gibran adalah pengusaha sukses yang mulai dari bawah tanpa mengandalkan bapaknya,” katanya.
Kabarnya banting stir-nya Gibran masuk ke dunia politik gara-gara survei yang dilansir Laboratorium Kebijakan Publik Universitas Slamet Riyadi atau Unsri Surakarta. Seperti diketahui pada Juli 2019, Unsri mempublikasikan hasil survei mereka tentang Pilkada Surakarta.
Dari hasil survei tersebut, popularitas Gibran meraih angka tertinggi. Sebanyak 90 persen responden menyatakan mengenal nama putra sulung Jokowi ini. Di urutan dua, menguntit Wakil Wali Kota Surakarta Achmad Purnomo. Yang menarik, dari hasil survei tersebut, nama Kaesang, adik Gibran juga cukup populer. Untuk urusan tingkat popularitas, menurut hasil survei Unsri, Kaesang ada di nomor tiga dengan persentase popularitas 86 persen.
Sementara dari akseptabilitas, Gibran masih kalah oleh Achmad Purnomo yang menempati peringkat tertinggi dengan persentase 83 persen. Gibran ada di urutan dua dengan persentase akseptabilitas 61 persen. Diikuti Teguh Prakosa dengan persentase akseptabilitas sebesar 49 persen.
Pun dari segi elektabilitas, Gibran juga masih ketinggalan dari Achmad Purnomo. Tingkat elektabilitas Achmad Purnomo masih nomor satu dengan persentase angka 38 persen. Sementara Gibran menguntit di urutan dua dengan persentase elektabilitas sebesar 13 persen. Di urutan tiga Teguh Prakosa dengan angka elektabilitas sebesar 11 persen.
Presiden Jokowi sendiri menyatakan, tak bisa melarang keputusan Gibran yang ingin mengikuti jejaknya masuk ke dunia politik. Sebagai ayah, ia sepenuhnya menyerahkan kepada Gibran. Ia tak akan ikut campur. ” Orang tua itu hanya ya sama waktu memutuskan berjualan martabak, ya silakan. Ada yang mutusin mau jualan pisang, ya silakan. Saya paksa pegang pabrik juga nggak mau. Dipaksa-paksa, kalau nggak mau, gimana. Saya itu demokratis kok, silakan,” kata Jokowi.
Jokowi hanya menekankan, yang penting tanggungjawab. Sebab di setiap jabatan atau karir apapun yang paling dituntut itu adalah tanggungjawab dan juga kemandirian. (Supriyatna/Daily News Indonesia)
Discussion about this post