Hari ini, Senin 30 September 2019, Anggota DPR periode 2014-2019 menggelar sidang paripurna terakhirnya. Bisa dikatakan, ini sidang perpisahan. Lalu, seperti apa jejak kerja sang wakil rakyat ini? Apakah sekinclong ruang kerjanya?
Di sidang paripurna terakhir, di akhir masa baktinya, alih-alih lembaga wakil rakyat ini dapat apresiasi, tapi justru dicaci maki. Lihat saja, poster-poster yang dibawa para mahasiswa saat berdemo dalam sepekan terakhir ini. Isinya tidak ada satu pun yang memuji DPR. Semuanya mengkritik bahkan mencibir para wakil rakyat.
” Bapak, ibu, minum enggak. Dugem enggak. Kok RUU-nya ngawur.”
“DPR, Apa yang merasukimu? Apakah itu lelembut?”
“Bapak, ibu, rapat RUU-nya di grup WhatsApp ya? #DPR Mager.”
“Asline mager pol, tapi piye meneh, DPR-e Pekok!”
Itulah sederet bunyi poster yang dibawa para mahasiswa saat berdemonstrasi dalam sepekan terakhir ini. Bahkan, ada spanduk bertuliskan, “Gedung Ini Jadi Warung Pecel,” yang dipasang di dinding pagar gedung DPR. Ya, dalam sepekan terakhir ini, di akhir masa baktinya, DPR periode sekarang dapat kado pahit dari para mahasiswa.
Tempat mereka bersidang dan berkantor jadi sasaran pendemo. Di satroni hampir tiap hari dalam sepekan terakhir ini. Adalah revisi UU KPK yang pertama kali membuat publik marah. Revisi beleid tentang KPK ini, dari awal diumumkan parlemen bakal segera disahkan, reaksi keras pun muncul dari berbagai kalangan.
Para aktivis anti korupsi langsung bersuara keras. Tidak mau ketinggalan, puluhan guru besar dari berbagai universitas juga ikut lantang menolak RUU KPK. Pun, mahasiswa tak kalah galak, menolak keras beleid itu. Adalah poin-poin yang ada dalam RUU KPK, yang membuat kalangan kampus dan aktivis satu suara. Ramai-ramai menolaknya. Poin yang paling kontroversial dalam RUU KPK, adalah soal keberadaan dewan pengawas.
” UU KPK, hanya akan melahirkan jalan kelam pemberantasan korupsi,” demikian kata Koordinator Indonesia Corruption Watch (ICW), Adnan Topan Husodo.
Namun parlemen bergeming. RUU itu tetap dikebut untuk disahkan. Sampai kemudian, draf RUU itu diserahkan ke pemerintah. Giliran Presiden Jokowi yang didesak untuk tak mengamini keinginan DPR. Kepala negara di desak untuk tak mengeluarkan Surat Presiden (Surpres). Namun hari Rabu, 11 September 2019, Presiden Jokowi justru mengeluarkan Surpres. Artinya Jokowi setuju UU KPK direvisi, meski dengan catatan. Salah satunya, Presiden minta, soal dewan pengawas, bukan di luar institusi KPK.
Sikap Presiden pun dikritik keras. Akhirnya, dengan waktu pembahasan yang singkat, RUU KPK diketok palu. Lalu setelah itu, meledaklah unjuk rasa besar-besaran yang dilakukan para mahasiswa di berbagai kota di Indonesia. Yang jadi sasaran protes tidak hanya parlemen. Tapi juga pemerintah. Sebab dalam demo, sikap Jokowi pun banyak disuarakan. Dikritik habis-habisan. Sampai ada poster bertuliskan, rezim cidro, rakyat ambyar. Poster yang merepresentasikan kekecewaan publik atas sikap Presiden yang satu gendang, sepenarian dengan DPR.
Protes mahasiswa makin keras. Sebab seiring dengan itu, DPR juga akan mengesahkan sejumlah RUU yang dianggap kontroversial, seperti RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan dan RUU Minerba. Perlawanan pun makin menjadi. Mahasiswa yang turun ke jalan kian berlipat. Tagar reformasi dikorupsi pun bergema. Bahkan Ketua BEM Universitas Indonesia (BEM UI), Manik Marganamahendra ketika berbicara di hadapan para wakil rakyat di Senayan, tanpa takut menyebut DPR, bukan sebagai Dewan Perwakilan Rakyat. Tapi Dewan Pengkhianat Rakyat. Pernyataan Manik pun sempat viral.
Selama sepekan, tanpa lelah, ribuan mahasiswa menyatroni gedung parlemen. Di Jakarta, yang digeruduk, tentunya, gedung DPR di kawasan Senayan. Sementara di daerah, yang disasar adalah kantor DPRD baik di ibukota provinsi, maupun di ibukota kabupaten atau kota. Bentrok tak terhindarkan dalam demonstrasi. Korban luka pun berjatuhan.
Sampai akhirnya, DPR ‘mengalah’, memutuskan untuk menunda sejumlah RUU yang diprotes mahasiwa. Itu pun, setelah bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Negara. Dalam pertemuan itu, Presiden meminta agar dewan menunda pengesahan sejumlah RUU yang ditentang para mahasiswa. Sejumlah RUU kontroversial itu pun batal disahkan. Pengesahannya ditunda.
Tapi, para mahasiswa tidak surut langkah. Tetap menuntut Presiden Jokowi keluarkan Perppu, membatalkan sejumlah pasal kontroversial yang ada dalam UU KPK. Akhirnya, setelah bertemu dengan sejumlah tokoh, Jokowi berkata, akan mempertimbangkan opsi penerbitan Perppu seperti yang dituntut mahasiswa dan sejumlah aktivis dan para guru besar dan dosen dari berbagai perguruan tinggi.
Kini tugas wakil rakyat periode ini telah berakhir. Akan digantikan para legislator hasil pemilihan legislatif tahun 2019. Pertanyaan pun menyeruak, seperti apa torehan prestasi dari legislator yang sudah habis ini? Pada 21 Desember 2018, Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) sempat mempublikasikan hasil penilaian mereka atas kinerja kinerja DPR RI sepanjang tahun 2018. Kata Peneliti Formappi Lucius Karus, inerja DPR RI periode 2014-2019 di tahun 2018 sangat buruk. Bahkan katanya, terburuk sejak reformasi.
Sebab katanya, dalam lima masa sidang, alih-alih produktivitas legislasi yang diperlihatkan, yang dipertontonkan ada jebloknya kinerja legislasi parlemen. Belum lagi jika menghitung, sederet kontroversi yang diproduksi kalangan parlemen.
” Selama tiga tahun lebih sejak dilantik, DPR hanya mampu menyelesaikan 5 undang-undang dari target 50 rancangan undang-undang prioritas. Ini menunjukan betapa DPR malas kerja,” Katanya.
Padahal target mereka begitu bombastis, kata Lucius. Setiap tahun mereka menargetkan bisa mengesahkan 50 RUU. Tapi yang berhasil ditorehkan hanya 5 UU. Hanya 5 RUU yang disahkan. ” Ini semua membenarkan bahwa profil DPR 2014-2019 ini menjadi DPR terburuk semenjak reformasi,” katanya.
Belum lagi banyak cerita yang menyesakan dada dari para wakil rakyat ini. Yang paling heboh, terseretnya Ketua DPR Setya Novanto dalam pusaran mega korupsi proyek e-KTP. Setya Novanto kini telah dibui, karena dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi jumbo tersebut. Di luar Setya, banyak anggota dewan yang juga tersandung kasus. Kebanyakan terjerat kasus suap. Terutama di daerah.
Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, tak menampik jika kinerja legislasi parlemen tak sesuai harapan. Cenderung menurun. Tapi Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini minta publik memakluminya. Sebab kata dia, banyak wakil rakyat yang menjabat maju lagi dalam pemilihan 2019. Sehingga konsentrasi terbagi. (Supriyatna/Daily News Indonesia)
Discussion about this post