Dalam tiga hari terakhir ini, gelombang demokrasi terjadi di beberapa kota di Indonesia. Di ibu kota Negara, Jakarta, misalnya dalam tiga hari terakhir, gelombang demonstrasi terjadi di depan Gedung DPR, di kawasan Senayan. Di Yogyakarta, ribuan mahasiswa turun ke jalan.
Tanpa dikomando, di kota-kota lainnya, dari Jawa, Sumatera sampai Kalimantan, para mahasiswa juga turun ke jalan. Mereka satu suara, menolak keras sejumlah RUU yang bermasalah. RUU yang menurut para mahasiswa akan memberangus demokrasi. Tuntutan lainnya, mendesak Presiden Jokowi untuk mengeluarkan Perppu terkait UU Komisi Pemberantasan Korupsi yang sudah disahkan. Beleid baru tentang komisi anti rasuah itu dianggap bakal mengamputasi KPK.
Awalnya, Presiden bergeming. Dalam satu kesempatan saat diwawancarai para wartawan, Jokowi menegaskan, tak akan mengeluarkan Perppu. Hanya, untuk sejumlah RUU yang bermasalah lainnya, seperti RUU KUHP, Jokowi telah meminta DPR untuk menunda pengesahannya. Dan, parlemen memang kemarin telah memutuskan untuk menunda pengesahan sejumlah RUU yang diprotes para mahasiswa.
Tapi, protes tak kunjung surut. Demontrasi tetap marak digelar. Meski di Jakarta, pada hari Kamis (26/9), tak ada demo yang menyatroni Senayan. Namun di kota-kota lainnya, para mahasiswa tetap turun ke jalan. Tuntutannya tak berubah. Salah satunya batalkan UU KPK.
Di Kendari, demonstrasi yang dilakukan para mahasiswa berujung rusuh. Gedung DPRD setempat dilaporkan dibakar. Dan, dilaporkan pula, seorang mahasiswa bernama Randi, mahasiwa Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo tewas tertembak peluru. Diduga, peluru yang menyebabkan Randi tewas berasal dari senjata aparat. Kabar lainnya dari Kendari, seorang mahasiswa sedang dalam kondisi kritis di rumah sakit.
Kamis sore, seusai bertemu dengan beberapa tokoh di Istana Negara, Presiden Jokowi akhirnya angkat bicara mengenai dinamika yang terjadi akhir-akhir ini. Salah satunya, soal demontrasi yang marak digelar di banyak kota di Indonesia. Jokowi, mengapresiasi para mahasiwa yang berani menyuarakan aspirasinya.
Menurutnya, demonstrasi yang dilakukan para mahasiswa wajar saja di alam demokrasi. Hanya saja, ia berpesan jangan sampai kemudian demontrasi berubah jadi aksi anarkis.
” Apresiasi saya terhadap demonstrasi yang dilakukan oleh para mahasiswa. Yang ini saya kira sebuah bentuk demokrasi kepada kita. Dan masukan-masukan yang disampaikan kepada saya nanti akan menjadi catatan besar yang kurang yang ada di negara kita. Yang paling penting jangan sampai demo merusak fasilitas umum, anarkis dan merugikan kita semuanya,” katanya.
Dalam kesempatan itu Jokowi mengungkap akan mempertimbangkan berbagai masukan dari masyakarat. Termasuk tuntutan yang disuarakan para mahasiswa. Salah satunya yang dipertimbangkan adalah opsi mengeluarkan Perppu terkait UU KPK.
“Tadi banyak masukan dari para tokoh mengenai pentingnya diterbitkannya perppu. Tadi kan sudah jawab, akan kita kalkulasi, akan kita hitung, akan kita pertimbangkan terutama dari sisi politiknya,” kata Jokowi dalam sesi tanya jawab dengan para wartawan.
Tidak hanya itu, Jokowi juga mengungkapkan ia berencana akan mengundang para Ketua BEM Universitas untuk bertemu di Istana Negara. Sementara terkait tindakan represif aparat terhadap para demonstran dan para wartawan, Jokowi mengaku telah memerintahkan Kapolri agar jangan menggunakan cara represif dalam menangani aksi unjuk rasa.
” Tadi kami juga sudah mendapat masukan tentang itu (tindakan represif aparat), saya akan telepon langsung Kapolri, dalam menangani setiap demokrasi itu dilakukan dengan cara-cara yang tidak represif, dan terukur. Tapi kalau sudah anarkis, seperti tadi malam, memang harus tindakan tegas,” kata Jokowi.
Perlunya Presiden Jokowi segera keluarkan Perppu terkait UU KPK disuarakan Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Sunanto dalam keterangan persnya. Menurut Sunanto, Perppu mendesak dikeluarkan. Karena kini, sudah ada korban jiwa. Dikeluarkannya Perppu, setidaknya akan meredakan tensi yang sudah panas. “Agar situasi ini tidak semakin melebar, sebaiknya Pak Presiden mengeluarkan Perpu pembatalan UU KPK, saya pikir itu jalan tengah yang paling mungkin diambil oleh Pak Presiden,” kata Sunanto.
Sementara itu, Koordinator Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS), Yati Andriyani mengecam keras terlambatnya respon dan, tindakan Presiden dan Kapolri untuk mencegah dan menghentikan penggunaan kekerasan serta kekuatan berlebihan dalam penanganan aksi demonstrasi. Faktanya, terjadi tindakan kekerasan dan represif terhadap mahasiswa yang melakukan aksi unjuk rasa dan jurnalis yang melakukan peliputan di lokasi demonstrasi.
” Keterlambatan tindakan pencegahan, penghentian, pengendalian atas tindakan tindakan represif aparat oleh Kapolri dan Presiden telah menimbulkan jatuhnya korban jiwa dan luka-luka serta pelanggaran hak-hak lainnya,” katanya.
Akibatnya, salah seorang mahasiswa di Kendari kata Yati meninggal dunia. Diduga karena tertembak peluru aparat. Ia minta, kasus meninggalnya mahasiswa di Kendari diusut tuntas. Siapapun pelaku yang menyebabkan korban meninggal harus ditindak dengan tegas sesuai hukum yang berlaku. Termasuk jika terbukti korban meninggal akibat penembakan dari anggota Polri
” Ini harus diusut, termasuk pemberi perintah dan pengendali aparat yang berlaku sewenang-wenang. Kepada Presiden saya juga minta harus memenuhi 7 tuntutan rakyat dan hentikan segera semua represi, dan bebaskan para mahasiswa yang ditahan,”kata Yati.
Discussion about this post