Daily News Indonesia – Saat menjadi mahasiswa aktivis, rektor, maupun menteri, hampir tidak terdengar Anies Baswedan suka sepak bola. Mungkin saat itu ia sudah menggandrungi permainan kulit bundar ini, tetapi belum terekspose. Semua baru terbaca gamblang ketika ia menjabat Gubernur DKI Jakarta sejak 2017.
Sebagai orang nomor satu di Ibu Kota, wajar jika Anies mengidolakan Persija tim sepak bola kebanggaan warga Jakarta. Berulang-ulang ia mengatakan tim berjuluk Macan Kemayoran ini favoritnya. Konsisten.
Ketika menjadi narasumber sebuah seminar di Surabaya pertengahan November 2021, Anies juga berkesempatan silaturahmi ke kediaman begawan media Dahlan Iskan. Sang tuan rumah lantas mewawancarai Anies untuk program podcast-nya, DIs Way.
Dahlan bertanya berbagai hal tentang dinamika dan progres Jakarta yang dinakhodai Anies. Salah satunya tentang Jakarta International Stadium (JIS). Saat itu pula Dahlan bertanya tentang klub favorit Anies. Dijawab Anies, Persija. Ketika Dahlan membuka lebih luas pintu kemungkinan Anies mengidolakan klub-klub lain di ranah global, lagi-lagi Anies konsisten mengatakan bahwa favoritnya hanya Persija.
Penggila bola (gibol) mungkin tersenyum, bahkan tertawa, menyimak jawaban Anies. Mungkin mereka bertanya-tanya, masak sekaliber Anies ngertinya hanya Persija. Tidakkah Sang Gubernur tahu di jagat luar sana juga ada yang namanya Manchester United, Manchester City, Liverpool, Arsenal, Ajax Amsterdam, Feyenoord Rotterdam, PSV Eindhoven, Paris Saint-Germain, Lyon, AC Milan, Internazionale Milan, Juventus, Bayern Munich, Borussia Dortmund, Real Madrid, Atletico Madrid, Barcelona, dan banyak lainnya?
Adalah hak setiap orang berpikiran ini-itu, macam-macam. Anies tentu menyadarinya karena ia juga pernah berucap seperti itu untuk merespon pengkritik, bahkan pem-bully dirinya. Terkait konsistensi atas preferensi Persija sebagai tim favoritnya, biarlah orang bebas berpikiran dan berpendapat, termasuk tudingan bahwa pilihan Anies tersebut didasari kepentingan politik semata.
Toh, tudingan tersebut tidak sepenuhnya keliru. Siapa pun yang pernah membaca salah satu buku fenomenal tentang sepak bola, How Soccer Explains the World: An Unlikely Theory of Globalization-nya Franklin Foer (Harper Perennial: 2004) versi terjemahan bahasa Indonesia diterbitkan Marjin Kiri dengan judul Memahami Dunia Lewat Sepak Bola pasti mafhum bahwa sepak bola juga terkait erat dengan dimensi kepentingan politik, sosial, dan ekonomi. Buku karya Foer tersebut menyodorkan banyak contoh.
Sebagai nakhoda di Jakarta, keberpihakan mutlak Anies pada Persija tentu sangat tepat. Sebagai Bapak, dialah pengayom. Di tengah pasang surut prestasi Persija, dia juga harus tetap menyuntikkan semangat. Dia pula yang harus serius menyimak berbagai kendala, persoalan, serta kebutuhan Persija dan membantu mencarikan solusinya. Di antara kendala dan kebutuhan itu adalah stadion.
Ternyata semua itu sudah diinventarisasi Anies jauh hari sebelum ia menduduki kursi gubernur. Ia pun menggaungkan solusi atas kendala dan kebutuhan tersebut melalui janji kampanyenya menuju kursi gubernur. Terbukti janji tersebut kini telah dibayar tunai dengan pembangunan JIS stadion sepak bola berstandar FIFA yang pada 2020 dikategorikan media Inggris, The Daily Mail, masuk 10 stadion termegah sejagat.
Sudah banyak media dan publik menguliti kemegahan JIS dan fasilitasnya. Konsep multipurpose stadium membuat JIS tidak hanya sebagai stadion sepak bola dengan satu pitch utama di dalam serta dua lapangan latih yang semuanya berstandar FIFA.
Memang benar JIS itu stadion sepak bola yang bisa dijadikan homebase Persija maupun dimanfaatkan warga. Namun, sejatinya JIS juga destinasi wisata serta area komersial penggerak perekonomian melalui sejumlah fasilitas dalam kompleksnya. Di sini sudah membuktikan visi besar nun jauh ke depan seorang Anies Baswedan.
JIS tidak hanya menjawab salah satu problem Persija yang dijanjikan solusinya semasa kampanye. Jika cuma memenuhi janji kampanye atau demi kepentingan politik semata, bisa saja Anies membangun stadion sepak bola yang sekadarnya. Minimal seperti lazimnya stadion-stadion sepak bola di berbagai daerah di Indonesia. Kan yang penting stadion sudah dibangun. Janji sudah dipenuhi, toh.
Ternyata Anies tidak mau yang sekadarnya itu. Tidak mau yang asal jadi. Ia ingin menghadirkan JIS sebagai stadion yang tidak hanya megah secara fisik, eco-friendly, serta disokong sejumlah fasilitas canggih dan mumpuni, melainkan juga berusaha meniupkan roh dan ikhtiar mengangkat harkat Indonesia, Jakarta khususnya, melalui cabang olahraga populis bernama sepak bola.
Pemikiran cerdas dan visi kepentingan jangka panjang Anies, lagi-lagi, berperan. Seperti diungkapkannya dalam sejumlah kesempatan, Jakarta itu bukan hanya Ibu Kota Indonesia, tetapi harus pula mampu menjadi ibu kota ASEAN maupun Asia. Eksistensi Jakarta harus semakin diperhitungkan dunia internasional mengingat sejauh ini di sinilah wajah Indonesia.
Konsep JIS juga ikhtiar membuat stadion sepak bola tidak lagi angker untuk dikunjungi warga dari segenap lapisan usia dan jenis kelamin. Meski tidak selalu benar, selama ini stadion-stadion sepak bola di Indonesia, khususnya saat berlangsung pertandingan, lebih mengesankan cenderung macho, sangar, serta menebarkan waswas. Jangan-jangan nanti ricuh, jangan-jangan nanti ada tawuran, dan sebagainya.
Namun, dengan konsep dan fasilitas yang dimiliki, JIS menawarkan pertandingan sepak bola sebagai rekreasi yang bisa dinikmati secara aman dan nyaman oleh seluruh anggota keluarga. JIS menantang lahirnya penikmat sepak bola yang ramah dan lebih berbudaya untuk semua. Misalnya, jika hanya bapak dan anak yang suka nonton sepak bola, ibu bisa rileks menikmati fasilitas-fasilitas di kompleks JIS.
Pemerataan Kesempatan Berprestasi
Selain menjawab tantangan kebutuhan Persija dan warga Jakarta terhadap lapangan yang benar-benar representatif berstandar global, ternyata JIS juga siap berkontribusi bagi proses pembinaan sepak bola di negara ini menuju prestasi. Pembuktian sudah dilakukan dengan penandatanganan kerja sama antara PT Jakpro (Perseroda pengelola JIS) dengan Persatuan Sepakbola Seluruh Indonesia (PSSI) pada 17 Agustus 2021.
Kerja sama dengan federasi sepak bola nasional itu mencakup pelaksanaan kegiatan serta pertandingan sepak bola berskala nasional dan internasional, pengembangan olahraga sepak bola nasional dengan standar internasional, pengembangan lapangan latih dan lapangan utama di kawasan JIS, serta komersialisasi stadion dan kawasan JIS.
Lewat kerja sama itu pula, JIS memfasilitasi bibit-bibit pemain agar memiliki iklim yang sehat untuk berkembang dan tumbuh dengan baik. Pembangunan JIS merupakan bukti ikhtiar kehadiran pemerintah, khususnya Pemprov DKI Jakarta, untuk memastikan daya dukung pembinaan demi prestasi talenta-talenta terbaik.
Dalam keterangan resminya, Sekjen PSSI Yunus Nusi mengatakan, JIS merupakan impian bagi pemain Timnas Indonesia. Stadion ini yang pertama dan satu-satunya yang sangat standar FIFA. Harapannya JIS bisa menjadi pusat latihan sekaligus homebase bagi timnas, sehingga kita tidak perlu ke Jerman, Inggris, atau Kroasia untuk berlatih di lapangan yang memiliki standar dan rekomendasi FIFA, ujarnya.
Anies menyebut JIS merupakan perwujudan sistem meritokrasi dalam pembinaan sepak bola di Tanah Air menuju prestasi. Ia meyakini prestasi olahraga bakal meningkat jika dikelola dengan sistem meritokrasi.
Meritokrasi menjadi kata kunci. Contohnya Brasil sebagai negara yang tidak pernah absen dalam kejuaraan Piala Dunia. Sistem pembinaannya dibangun dengan sistem meritokrasi. Dengan sistem ini, mereka dari latar belakang keluarga maupun ekonomi apa pun, asal memiliki kemauan dan talenta, akan berprestasi, katanya melalui keterangan resmi.
Langkah Pemprov DKI Jakarta dalam kepemimpinan Anies membangun JIS demi sepak bola nasional itu disambut hangat berbagai kalangan. Tidak hanya dari Jakarta, tetapi juga datang dari berbagai daerah di Indonesia.
Ini yang harus dicontoh. Kalau kita mau memakai anggaran daerah dan negara kan gak bisa sekaligus. Step-by-step, tapi ada keseriusan seperti apa yang dilakukan di Jakarta. Ini kan sudah sangat luar biasa, selain ada Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, ada juga Stadion JIS, kata Hanafing, mantan bintang Niac Mitra Surabaya dan Timnas Indonesia (1980-1991), kepada KBA News, Senin, 13 Desember 2021.
Sebelumnya apresiasi senada diberikan Nanang Kushardianto, rekan setim Hanafing di Niac Mitra. Pak Anies sudah memfasilitasi olahraga sepak bola. Untuk ini Pak Anies memang luar biasa. Saya setuju ini. Biarpun saya warga Jawa Timur, saya lihat sebagai pemimpin Jakarta beliau luar biasa memimpinya, tidak perlu marah-marah, ujar Nanang, Sabtu, 11 Desember 2021.
Antara yang Berbayar dan Gratis
Jika ada anggapan lapangan-lapangan sepak bola berstandar FIFA di JIS tersebut terlalu elitis dan berbayar sehingga hanya bisa dinikmati kalangan tertentu, lagi-lagi visi jauh ke depan Anies berbicara nyata.
Demi lebih membumikan sistem meritokrasi, demi menempa bibit dan talenta potensial, lima lapangan sepak bola dengan fasilitas berstandar FIFA dibangun di tengah perkampungan warga Jakarta. Masing-masing satu untuk setiap wilayah dari lima wilayah kota di DKI Jakarta. Masing-masing lapangan tersebut memiliki rumput sintetis bersertifikat FIFA, backstop, lampu lapangan, dan sejumlah fasilitas penunjang lain.
Peluncuran lima lapangan sepak bola berstandar FIFA di tengah perkampungan tersebut ditandai dengan soft launching Lapangan Ingub Muara Angke, Jumat, 26 November 2021.
Tidak seperti di JIS, pemanfaatan lima lapangan berstandar FIFA di tengah perkampungan itu tidak berbayar alias gratis. Dengan demikian, kalangan menengah ke bawah juga bisa menikmati fasilitas berstandar internasional secara mudah dan gratis.
Dipesankan secara amat tegas, bahkan dituliskan di sekeliling lapangan, bahwa lapangan ini tidak untuk dikomersialkan. Jangan sampai fasilitas ini jadi lapangan berbayar. Mengapa? Agar yang tak bisa bayar tetap bisa bermain. Biarkan klub-klub di perkampungan punya kesetaraan kesempatan untuk tumbuh, berkembang, dan berprestasi, kata Anies dalam unggahan di akun Instagram-nya, Minggu, 28 November 2021.
Nah, jika Anies dicap sekadar menjadikan sepak bola sebagai alat politik, ngapain ia masih ribet membangun lima lapangan sepak bola dengan fasilitas berstandar FIFA di tengah perkampungan warga. Bukankah JIS sudah cukup berhasil menyedot perhatian dan apresiasi khalayak luas, bahkan melampaui wilayah Jakarta dan Indonesia?
Namun, begitulah Anies. Dalam diamnya ia terus bekerja memberikan bukti cintanya kepada sepak bola Indonesia. Untuk sepak bola, ia berbuat lebih dari sekadar cinta, bahkan fanatisme, pada tim idolanya. Bukti bahwa Anies itu gibol sejati. Masihkah ada yang meragukannya? (kba)
Discussion about this post