Daily News | Jakarta, Di era modern saat ini, masyarakat semakin percaya diri untuk melakukan transaksi digital. Transaksi yang dimaksud tidak hanya sebatas transaksi finansial, tetapi juga transaksi data atau informasi yang dialirkan melalui kanal daring atau online.
Dengan semakin maraknya transaksi digital karena kemudahannya dalam bertransaksi, persoalan keamanan menjadi salah satu isu yang kerap jadi perhatian. Hal itu bukan tanpa alasan karena peningkatan transaksi digital rupanya juga diimbangi dengan menanjaknya kejahatan siber yang ikut naik.
Dalam sebuah forum diskusi bertajuk Keamanan Data Pengguna di Era Cashless Society di Indonesia, Abdul Rahim selaku Senior Director Risk Services dari Visa menjelaskan bahwa pada 2025 nanti diperkirakan ada 25 miliar perangkat yang terhubung dengan internet, serta bisa digunakan untuk melakukan transaksi digital.
Di sisi lain, ia juga memaparkan bahwa bisnis kejahatan siber global di 2018 lalu telah mencapai angka US$600 miliar (sekitar Rp8,5 kuadriliun). Suatu perusahaan diperkirakan mengalami kerugian sekitar US$1,2 juta (sekitar Rp17 miliar) tiap kali ada kebocoran data maupun transaksi dalam layanannya.
Abdul Rahim menjelaskan juga ketika sudah mengalami kebocoran data maka, tidak hanya kerugian material saja tetapi juga perihal integritas. “Tidak hanya kerugian material saja. Keamanan juga soal integritas. Sekali kita gagal menjawab kepercayaan konsumen, akan sulit untuk merebutnya kembali,” kata Abdul Rahim.
Discussion about this post