Jakarta | DNI – Sebentar lagi, Jusuf Kalla atau akrab dipanggil Pak JK akan pamitan. Ia sebentar lagi bakal mengakhiri tugasnya sebagai Wakil Presiden (Wapres) pada tanggal 20 Oktober 2019 nanti. Pada tanggal itu, Joko Widodo dan Ma’ruf Amin akan dilantik sebagai Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Banyak cerita menarik tentang JK. Salah satunya kisah saat JK berani pasang badan untuk presiden.
JK sendiri jadi Wapres untuk kedua kalinya setelah bersama Jokowi menang dalam pemilihan presiden tahun 2019. Duet Jokowi-JK berhasil mengalahkan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Pada 2004, JK menjadi Wakil Presiden untuk pertama kalinya. Saat itu, ia maju ke pemilihan presiden berduet dengan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). SBY capresnya, JK cawapresnya. Sejarah pun mencatat, duet SBY-JK keluar sebagai pemenang pemilihan presiden yang digelar secara langsung untuk pertama kalinya.
Sebelum jadi Wapres, JK pernah jadi menteri di era Gus Dur jadi Presiden. Kemudian jadi menteri lagi di era Presiden Megawati Soekarnoputri. Adi Susilo, dalam buku, ” Membaca JK: Biografi Singkat Jusuf Kalla,” mengisahkan cerita pasang badan JK saat pemerintahan Megawati terpaksa harus menaikkan harga BBM. Ketika itu,
JK sedang memangku jabatan sebagai Menko Kesra.
Saat itulah hanya JK yang berani pasang badan, ketika menteri yang lain enggan bicara ke depan publik kala kebijakan tidak populis itu diambil. Akhirnya JK yang bicara pada publik, mengumumkan kenaikan harga BBM. Di era Mega pula, JK yang pertama kali mengusulkan perlunya Presiden mempunyai seorang juru bicara. Saat itu ia mengusulkan Rizal Mallarangeng atau Pramono Anung untuk jadi penyambung lidah presiden. Bahkan, ia menyarankan tiap bulan dibuat konferensi pers.
Tapi usulan itu mentah. Kelak, usulan perlunya Presiden punya juru bicara, diterapkan kala SBY menjadi Presiden. Dua periode SBY memimpin, selalu ada juru bicara. Pun, saat Jokowi menjadi Presiden, tradisi mengangkat juru bicara masih dilanjutkan, dengan menunjuk Johan Budi, eks juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai staf khusus bidang komunikasi Presiden atau juru bicara Istana.
Selalu saja ada langkah yang tak terduga dari JK ketika dihadapkan pada jalan buntu. JK datang memberi solusi. Dan, JK juga berani untuk berdiri di depan, ketika yang lain enggan untuk tampil. Saudagar asal Bugis ini tidak takut untuk tak populis di hadapan khalayak. Bagi JK, kebenaran sepahit apapun itu, harus di bewarakan. Apalagi itu menyangkut hajat hidup orang banyak.
Keberanian JK untuk pasang badan, dan tak jeri untuk tak populer, memang sudah terbentuk sejak muda bahkan kala JK masih belia. Ia didik oleh keluarganya bicara apa adanya. Jika benar, katakan benar. Kalau salah, utarakan salah. Dan di era SBY jadi Presiden, dimana JK adalah orang nomor dua, ‘tradisi pasang badan’ tetap dilakukannya.
Masih soal kenaikan harga BBM. Di era SBY menjadi kepala negara, JK pula yang pasang badan bicara mengumumkan itu pada publik. Secara politik, JK sadar, langkahnya pasang badan untuk kebijakan tidak populis, akan membuat citranya di mata publik negatif. Tapi bagi JK, menjadi seorang pemimpin, harus berani ambil resiko. Sepahit apapun itu. ” Kalau ada masalah, hadapilah langsung masalah itu. Jangan menghindar,” kata mantan Ketua Umum Partai Golkar tersebut.
Pernyataan itu diucapkan JK awal tahun 2005, saat ia menggelar pertemuan dengan para petinggi GAM, dalam rangka merintis jalan perdamaian menyelesaikan konflik panjang di bumi Serambi Mekkah. Kelak, sejarah mencatat, pergolakan panjang di Aceh bisa dihentikan. Perdamaian pun tercipta. Peran JK, tak bisa dipungkiri, sangat besar mendorong terciptanya perdamaian di bumi Serambi Mekkah. (Supriyatna/Daily News Indonesia)