Daily News|Jakarta – Tagar reforma dikorupsi ramai digemakan seiring kian maraknya aksi demonstrasi yang dilakukan para mahasiswa. Kemarin, di Yogyakarta, ribuan mahasiswa dari beberapa kampus di kota gudeg turun ke jalan.
Pun di kota Kembang, ribuan mahasiswa juga turun ke jalan. Di Banyumas juga begitu. Tidak terkecuali di ibu kota, Jakarta serta kota-kota lainnya. Di Jakarta, ribuan mahasiswa menggeruduk gedung DPR. Mereka yang keluar kampus lalu turun ke jalan satu suara. Satu tuntutan. Menolak sejumlah kebijakan yang telah dikeluarkan DPR dan Pemerintah.
Mereka menolak UU Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) hasil revisi, RUU KUHP, RUU Pemasyarakatan, RUU Pertanahan dan RUU Sumber Daya Alam (RUU SDA). Semua regulasi itu dianggap bermasalah. Mengancam demokrasi. Melemahkan perang melawan korupsi.
Maka, reformasi dikorupsi pun menggema, beriringan dengan tagar Mosi Tidak Percaya dan Tuntaskan Reformasi. Para mahasiwa merasa demokrasi telah dibajak. Amanat reformasi terancam. Pemberantasan korupsi dilemahkan.
Edmund Seko, perwakilan dari BEM Universitas Trisakti, mengatakan, setelah 21 tahun reformasi bergulir, saat ini kondisinya begitu mengkhawatirkan. Alih-alih agenda reformasi yang puluhan tahun dulu diperjuangkan dengan darah dan air mata diwujudkan, yang terjadi sebaliknya.
Agenda reformasi, tak hanya mandek, tapi dikorupsi. Demokratisasi hendak dibajak. Komisi antirasuah pun yang merupakan anak kandung reformasi hendak diamputasi. “Padahal setelah 21 tahun pasca terjadinya peristiwa reformasi, masih banyak agenda reformasi yang tidak tercapai,” ujarnya.
Alih-alih menuntaskan agenda reformasi, lanjut Edmund, para elit jutsru mengambil langkah yang membuat publik marah. Negara bukan kian ramah. Justru makin angker. Makin menunjukkan wajah otoriternya. Ini tentu berbahaya. Tak bisa didiamkan.
“Negara dan para elitnya seakan-akan melupakan Konstitusi, suara rakyat, dan Tap MPR No.X 1998. Kini beragam kebijakan dan rancangan justru menggerus capaian-capaian yang telah dilakukan pasca 1998,” imbuh dia.
Edmund pun lantas menyebut beberapa kebijakan atau regulasi yang disebutnya telah membuat reformasi dikorupsi. Kata dia, beleid seperti RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU SDA dan yang paling parah UU KPK yang baru, makin menunjukkan Negara tak ramah. Tak lagi berpihak pada rakyat. Bahkan mengancam Demokrasi.
Di sisi lain, Negara juga masih keteteran menjamin keberlangsungan lingkungan hidup untuk generasi yang akan datang. Janji akan membuat Indonesia makin baik, tinggal janji. “Sayangnya beragam janji yang diberikan masih sekadar janji,” cetus Edmund.
Karena elit sudah tuli, tak mau dengar lagi aspirasi, mahasiswa kata Edmund, punya kewajiban untuk mengingatkan. Turun ke jalan pun jadi pilihan. “Maka pada tanggal 19 September 2019 kami telah melaksanakan aksi di depan gedung DPR, ” katanya.
Manik, perwakilan dari BEM Universitas Indonesia (BEM UI) juga satu suara. Katanya, kini mahasiswa dari beragam kampus kembali bersatu. Satu suara. Satu tuntutan. ” Menuntut penuntasan agenda-agenda reformasi melalui,” katanya.
Manik menambahkan, setidaknya ada beberapa poin tuntutan yang ditujukan kepada DPR dan Pemerintah. Pertama, menuntut Pemerintah dan DPR untuk merestorasi upaya pemberantasan korupsi, kolusi dan nepotisme. Salah satu cara jangka pendeknya, batalkan UU KPK yang baru.
Kedua, merestorasi demokrasi dan hak rakyat untuk berpendapat. Merestorasi penghormatan perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia. Serta menuntut, keterlibatan rakyat dalam proses pengambilan kebijakan. Ketiga, merestorasi perlindungan SDA, pelaksanaan reformasi agraria. Dan menjamin tenaga kerja dari praktek ekonomi yang eksploitatif.
Karena itu, RUU KUHP, RUU Pertanahan, RUU Pemasyarakatan dan RUU SDA harus dibatalkan. “Keempat, merestorasi kesatuan bangsa dan Negara dengan penghapusan diskriminasi antar etnis, pemerataan ekonomi, dan perlindungan bagi perempuan,” ujarnya.
Sementara itu, Direktur Pusat Studi Konstitusi Fakultas Hukum Universitas Andalas atau Pusako Feri Amsari mengatakan, langkah Presiden Jokowi yang hanya menunda pengesahan RUU KUHP, dan RUU bermasalah lainnya, tak menyelesaikan masalah. Sebab untuk UU KPK, Jokowi bergeming, tak mau membatalkan. Langkah Jokowi ini tak akan meredakan aksi mahasiswa. Justru, akan membuat perlawanan kian mengeras. “Mereka tak akan berhenti bergerak” tegas dia.
Penulis: Agus S