Hari Kamis (26/9), di Kota Kendari digelar aksi unjuk rasa yang dilakukan para mahasiswa. Demonstrasi mahasiswa di Kendari sama seperti aksi unjuk rasa mahasiswa di kota-kota lainnya, memprotes sejumlah RUU kontroversial dan menolak UU KPK yang baru disahkan DPR.
Tapi kemudian demonstrasi di Kendari berujung bentrok. Sampai tragedi pun terjadi. Randi, mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo yang ikut berdemo tersungkur. Ia rubuh diterjang peluru. Randi, sempat di bawa kawan-kawannya ke rumah sakit. Tapi takdir berkata lain, nyawanya tak tertolong. Randi tertembak di bagian dada.
Menurut Ketua Umum Pemuda Muhammadiyah, Sunanto, Randi yang merupakan aktivis Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Kendari tewas karena tembakan peluru tajam. Ketua Majelis Hukum dan HAM Pengurus Pusat Muhammadiyah, Trisno Raharjo juga menguatkan itu. Kata Trisno, Randi tewas oleh peluru yang ditembakkan dari jarak jauh.
Mahasiswa yang meninggal saat demonstrasi di Kendari tak hanya Randi. M Yusuf Kardawi, mahasiswa Fakultas Teknik Universitas Halu Oleo Kendari juga dinyatakan meninggal setelah sempat menjalani operasi. Yusuf meninggal karena luka parah di kepala.
Pertanyaan pun menyeruak, siapa yang menembak Randi? Apakah peluru yang menembus dada Randi berasal dari senapan aparat kepolisian yang saat itu mengamankan aksi unjuk rasa?
Kepala Polda Sulawesi Tenggara (Sultra), Brigjen Pol Iriyanto saat jumpa pers di Markas Polda Sultra dengan tegas mengatakan, seluruh personel kepolisian yang ditugaskan mengamankan aksi unjuk rasa pada hari Kamis kemarin, tak satu pun dibekali senjata. Karena Kapolri sudah menginstruksikan, personel yang menjaga unjuk rasa tak pegang senjata.
” Saat pengamanan aksi unjuk rasa tidak ada anggota kami yang bawa senjata. Jangankan peluru karet, peluru hampa saja kami tidak diizinkan,” kata Iriyanto.
Ketika itu, saat mengamankan demonstrasi, kata Iriyanto, anak buahnya hanya dibekali dengan tameng, tongkat, gas air mata dan mobil water canon. Tak ada yang bawa senjata. Apalagi senjata berisi peluru tajam. Bahkan, Iriyanto mengklaim, sebelum berangkat mengamankan demo, seluruh personel yang ditugaskan dicek dengan teliti. Pengecekan untuk memastikan jangan sampai ada anggota yang membawa senjata.
“Sebelum pengamanan itu kita cek dulu jangan sampai ada yang bawa senjata,” ujarnya.
Namun jenderal bintang satu itu tak menampik jika peluru yang membuat Randi tewas adalah peluru tajam. Hanya saja, harus dipastikan, peluru tajam itu berasal dari senapan apa. Dan siapa yang menembak. Ini yang akan diusut.
“Betul itu tembakan, peluru tajam,” katanya.
Yang pasti kata Iriyanto, anak buahnya yang mengamankan demontrasi pada hari Kamis kemarin, tidak satupun yang dibekali senjata. Senjata yang dibawa hanya tameng dan tongkat. “Jangankan peluru tajam, peluru karet saja kami tidak diizinkan,” katanya.
Iriyanto juga mengungkapkan, jika Randi ditemukan terkapar sekitar 600-700 meter dari gedung DPRD Sultra. Sementara hasil autopsi yang dilakukan gabungan tim dokter forensik memastikan jika Randi tewas oleh peluru senjata api. Ketua Tim Forensik dr Raja Alfatih Widya, memastikan itu. Setelah diperiksa ada lubang di dada Randi. ” Dipastikan dari senjata api. Ditembak dari ketiak kiri keluar ke dada kanannya,” ungkap Raja.
Lalu siapa yang menembak Randi? Adakah pasukan liar yang ikut bermain? Ini tugas Kepolisian mengungkap itu. Yang pasti, tragedi Kendari jangan terulang lagi.