Sepekan terakhir ini, gelombang demonstrasi yang dilakukan para mahasiswa marak terjadi di berbagai kota Indonesia. Tuntutannya seragam, memprotes sejumlah RUU yang kontroversial dan menolak keras pengesahan UU KPK.
Terakhir, terjadi tragedi dalam demonstrasi mahasisw di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara. Dua mahasiswa Universitas Halu Oleo, M Yusuf Kardawi dan Randi tewas dalam demonstrasi yang berujung rusuh. Randi, tewas karena tertembak peluru tajam. Sementara M Yusuf Kardawi, meninggal akibat luka parah di bagian kepalanya.
Presiden Joko Widodo (Jokowi) sendiri usai bertemu dengan sejumlah tokoh di Istana Negara, menyatakan akan mempertimbangkan opsi Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) terkait UU KPK yang ditentang para mahasiswa. Opsi Perppu terkait UU KPK sendiri diusulkan para tokoh yang diundang Jokowi bertemu di Istana Negara.
Salah satu tokoh yang diundang adalah Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi. Mahfud tidak membantah jika dalam pertemuan dengan kepala negara, para tokoh memberikan saran, agar Presiden mempertimbangkan dikeluarkannya Perppu. Alasannya kondisi sudah genting. Demo besar marak di mana-mana. Dan, korban sudah berjatuhan.
Namun hingga hari ini, Sabtu (28/9), belum ada isyarat Presiden bakal mengeluarkan Perppu. Pertanyaan pun menyeruak, bagaimana jika Presiden jika tak mengeluarkan Perppu? Sebab, sudah ada suara dari kalangan parlemen yang sepertinya tidak sreg jika Presiden sampai menuruti tuntutan mahasiswa dengan mengeluarkan Perppu.
Yang menarik, suara yang tak sreg jika Perppu dikeluarkan datang dari kandang banteng. Dari kader PDIP, partai utama pendukung Jokowi. Salah satu elit PDIP, Bambang Wuryanto dengan terus terang, tidak mendukung jika Presiden Jokowi sampai keluarkan Perppu. Alasannya, jika sampai Presiden keluarkan Perppu, sama saja tak menghormati kerja parlemen yang telah mengesahkan UU KPK. Di samping UU KPK katanya, juga dibahas bersama dengan pemerintah.
Bambang Wuryanto juga berpendapat, jika Presiden keluarkan Perppu akan jadi preseden buruk. Sebab nanti, kalau ada UU yang tak disetujui sekelompok orang, akan muncul demo lagi dengan menuntut Presiden keluarkan Perppu.
” Nggak menghormati kita bersama yang sudah membahas presiden dengan DPR. Nanti one day didemo lagi, ganti lagi, demo lagi, ganti lagi. Susah,” begitu kata Bambang saat diwawancarai wartawan.
Menanggapi itu, mantan aktivis 98 yang juga Direktur Lingkar Madani Indonesia, Ray Rangkuti mengatakan, jika Presiden Jokowi sampai tidak mengeluarkan Perppu atau terus mengulur waktu, maka ia memprediksi perlawanan mahasiswa akan terus terjadi. Mahasiswa akan terus melawan. Tidak akan tinggal diam. Sebab tuntutan dikeluarkannya Perppu adalah tuntutan paling krusial. Tuntutan yang tak bisa dikompromikan.
” Saya yakin ini (demonstrasi mahasiswa) akan berlanjut,” kata Ray, di Jakarta, Sabtu (28/9).
Ray juga mengingatkan Jokowi, agar jangan menganggap dengan pernyataan akan mengeluarkan Perppu, lantas perlawanan mahasiswa akan mereda. Justru kalau beranggapan seperti itu, Presiden keliru. Perlawanan mahasiswa akan kian mengeras, jika seperti itu sikap Presiden.
” Etos melakukan perlawanan dari mahasiswa akan terus tinggi, sampai dugaan saya Perppu itu dikeluarkan presiden. Di Perppu itulah kemudian secara perlahan akan mendorong itu. Tapi kalau presiden enggak menurunkannya, saya kira akan kesulitan. Saya sih berharap betul presiden mengeluarkan Perppu itu. Karena pertimbangan tentu saja suasana sudah sangat genting,” ujarnya.
Jika alasan belum dikeluarkannya Perppu karena belum ada situasi genting, justru Ray merasa heran. Korban sudah berjatuhan. Bahkan di Kendari terjadi tragedi. Dua mahasiswa tewas dalam demonstrasi..
” Meninggal sudah dua orang, banyak lagi peristiwa yang mestinya menjadi perhatian presiden,” katanya.
Selain itu, timing untuk mengeluarkan Perppu lanjut Ray, sudah ada. Ini saatnya Presiden keluarkan Perppu. Jika pertimbangannya Presiden takut dicaci maki DPR yang menginisiasi UU KPK, itu juga keliru. Sebab DPR yang lama sudah akan berakhir masa jabatannya. Nanti, urusan Presiden hanya dengan anggota DPR yang baru. Jadi, tak ada alasan bagi Presiden untuk menunda mengeluarkan Perppu. Ketimbang terus membiarkan tensi tetap panas. Sementara di periode terakhirnya, Presiden membutuhkan kondisi politik yang adem ayem untuk menuntaskan janji-janjinya.