Koperasi adalah alat untuk menempa ekonomi rakyat agar tidak terus inferior. Demikian kata Bung Hatta, proklamator Indonesia yang juga dikenal sebagai bapak koperasi Indonesia. Bagi Hatta, koperasi adalah senjata ampuh persekutuan si lemah untuk mempertahankan hidupnya. Lewat koperasi, si lemah bisa menumbuhkan semangat percaya pada kekuatan sendiri. Melalui spirit itu, penyakit “inferiority complex” warisan kolonialisme bisa diberantas habis.
Mohamad Sukri Ketua Umum Induk Koperasi Pondok Pesantren (Inkopontren) mengamini apa yang dikatakan Bung Hatta. Sukri sependapat, koperasi adalah alat perjuangan si lemah. Spirit gotong royong atau persekutuan adalah ciri khas dari koperasi. Karena itu, antar koperasi tak bisa jalan sendiri. Harus ada kerjasama. Kerjasama antar koperasi itu sangat penting.
” Kerjasama adalah prinsip dasar universal berkoperasi, ” kata Sukri pada Daily News di Jakarta, Rabu (2/10).
Namun kata Sukri, dalam prakteknya di Indonesia kerjasama antar koperasi itu sulit diwujudkan. Bahkan hampir di semua tingkatan, mulai dari kerjasama antar koperasi primer, pusat gabungan apalagi induk koperasi. Padahal di negara yang koperasinya maju, tidak seperti itu. Kerjasama menjadi modal dasar untuk mendorong pengembangan koperasi.
“Di berbagai negara yang berkoperasi besar biasanya menerapkan kerjasama sebagai prinsip dasar berkoperasi. Dan itu benar -benar dijalankan, setelah kerjasama antar anggota yang berhimpun dalam primer koperasi, maka anggota koperasi primer tersebut mendorong agar dilakukan kerjasama dengan koperasi lainnya. Sedangkan di Indonesia kerjasama koperasi dengan koperasi benar- benar langka dan sulit ditemukan” tuturnya.
Inkopontren yang dipimpinnya tak mau seperti. Pasrah pada kendala yang ada. Inkopontren harus jadi inisiator terbentuknya persekutuan atau kerjasama antar koperasi. Sehingga geliat serta daya tawarnya lebih kuat. Maka berangkat dari tekad itu, beberapa waktu yang lalu, Inkopontren telah menjajaki kerjasama dengan berbagai induk koperasi lainnya.
Saiful Arifin Sekretaris Umum Inkopontren ikut menambahkan. Katanya, saat peringatan Hari Koperasi Nasional, pihaknya coba menjajaki kerjasama dengan Gabungan Koperasi Batik Indonesia (GKBI). Ia berharap, kerjasama ini bisa jadi momentum kebangkitan koperasi.
” Pada saat Hari Koperasi Nasional pada bulan Juli lalu, disela -sela padatnya jadwal, pengurus GKBI bertemu dengan pengurus Inkopontren untuk mendistribusikan hingga merumuskan rencana kerjasama. Ini sangat penting, sekaligus ingin memberi pembelajaran kerjasama antar koperasi atau co-op to co-op pada gerakan koperasi lainnya,” kata Saiful.
Sementara itu Abdul Haris Ketua Umum GKBI mengungkapkan setelah dilakukan penjajakan, tepat pada perayaan hari jadi GKBI di kawasan Semanggi, kerjasama antara Inkopontren dengan GKBI resmi diteken. Dalam kerjasama itu, pihak GKBI akan memproduksi baju batik untuk santri dan siswa yang berada di pondok pesantren seluruh Indonesia.
“Alhamdulillah semoga penandatanganan kerjasama ini benar-benar bermanfaat dan menjadi contoh bagi gerakan koperasi lainnya, tentang pentingnya kerjasama. GKBI yang memiliki beberapa pabrik tekstil yang tersebar di berbagai tempat, siap bekerjasama dengan Inkopontren,” ujarnya.
Soal kerjasama Inkopontren dengan GKBI dibenarkan Sukri. Bahkan katanya, sebelum kerjasama diteken, Inkopontren telah memesan baju batik pesanan koperasi pondok pesantren yang ada di Kabupaten Bogor. Pesanan serupa ribuan baju batik juga telah dilakukan untuk pondok pesantren yang ada di Jawa Timur.
” Insya Allah setelah penandatanganan ini kami akan lebih agresif lagi memasarkan produk GKBI ke pondok pondok pesantren dan madrasah madrasah di semua tingkatan. Kami yakin akan berhasil karena GKBI memiliki pabrik tekstil sendiri sehingga harganya pun pastinya sangat murah dibandingkan dengan trader” kata Sukri. (Supriyatna/Daily News Indonesia)