Ketika hadir dan memberi sambutan dalam apel pagi di halaman Kementerian Dalam Negeri, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo sempat menyinggung soal penumpang gelap yang mendompleng aksi unjuk rasa mahasiswa. Kata Tjahjo, yang buat rusuh dalam demonstrasi mahasiswa, bukan mahasiswa. “Tidak mungkin mahasiswa membuat bom molotov,” kata Tjahjo di halaman kantor Kementerian Dalam Negeri di Jalan Merdeka Utara, Jakarta, Senin (30/9).
Mereka kata Tjahjo, para penumpang gelap itu memang berniat rusuh. Tujuannya, agar bentrok pecah. Biar terjadi kerusuhan. Targetnya, pelantikan Presiden dan Wakil Presiden bisa digagalkan. Untungnya, pihak intelijen cepat mengendus mereka, hingga kemudian aparat keamanan berhasil menangkapnya.
“Yang ketangkap kemarin yang ingin membumi hanguskan Jakarta. Itu juga bukan demo mahasiswa. Ini penumpang-penumpang gelap yang harus kita cermati. Yang ingin menggagalkan pelantikan DPR dan pelantikan presiden,” cetus Tjahjo.
Sinyalemen soal adanya penumpang gelap yang mendompleng aksi unjuk rasa mahasiswa juga dilontarkan Menteri Koordinator Politik, Hukum dan Keamanan (Menkopolhukam) Wiranto, dalam jumpa pers yang digelar di kantornya, Kamis, 26 September 2019. Kata Wiranto, para penumpang gelap ini memang ingin agar demo mahasiswa berujung rusuh. Sehingga, mereka bisa melancarkan aksi berikutnya, menduduki gedung DPR. Tujuan akhirnya adalah menggagalkan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih. Bahkan Wiranto mengklaim, telah punya bukti jika para penumpang gelap ini ingin pelantikan Presiden gagal.
“Telah cukup bukti bahwa mereka ingin menduduki DPR dan MPR, agar DPR tidak dapat melaksanakan tugasnya, dalam arti DPR tidak dapat dilantik. Dan lebih jauh lagi, tujuan akhirnya adalah menggagalkan pelantikan Presiden dan Wakil Presiden terpilih,” kata mantan Panglima TNI di era Soeharto tersebut.
Pihak kepolisian pasca demonstrasi yang berujung ricuh memang bergerak cepat. Enam orang yang diduga perencana rusuh dalam aksi demo dicokok aparat Polda Metro Jaya. Rencananya mereka akan bikin rusuh demo Mujahid 212 yang digelar pada hari Sabtu (28/9). Satu dari enam perencana rusuh demo itu adalah Abdul Basith, seorang dosen di Institut Pertanian Bogor (IPB). Basith diamankan Tim Jatanras Polda Metro Jaya di Jalan Maulana Hasanudin, Kecamatan Cipondoh, Tangerang.
Setelah menangkap Basit, polisi juga mengamankan 28 bom molotov yang disimpan di kediaman dosen IPB itu di Perumahan Pakuan Regency Linggabuana, RT 003/007, Kecamatan Bogor Barat, Kota Bogor. Pihak IPB sendiri membenarkan jika Basith yang ditangkap polisi adalah staf pengajar di perguruan tinggi tersebut. Tapi menurut Kepala Biro Humas IPB Yatri Indah Kusumastuti, apa yang dilakukan Basith, sama sekali tidak terkait dengan IPB. Kasus Basit perbuatan pribadi.
“Dugaan aktivitas yang dilakukan adalah tidak ada kaitannya dengan tugas yang bersangkutan sebagai dosen IPB dan menjadi tanggung jawab penuh yang bersangkutan sebagai pribadi,” kata Yatri dalam keterangan tertulisnya yang diterima Daily News di Jakarta.
Selain Basith, polisi juga mengamankan seorang pensiunan TNI, Laksamana Muda (Purn) Sony Santoso. Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Argo Yuwono mengungkapkan, dalam kasus Laksamana Sony Santoso, pihak kepolisian telah berkoordinasi dengan Polisi Militer TNI Angkatan Laut (Pomal). Polisi bersama Pomal yang akan menyelidiki peran dari Sony dalam kasus tersebut.
“Jadi semua kegiatan yang berkaitan dengan pensiunan TNI kami sudah koordinasi dengan Pomal,” ujar Argo.
Siapa Laksamana Muda (Purn) Sony Santoso? Dirangkum dari berbagai sumber, Sony, mantan perwira tinggi TNI AL ini pernah bertugas di Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenkopolhukam) di era Menkopolhukam Luhut Binsar Panjaitan. Sony, di Kemenkopolhukam sempat menjabat sebagai Asisten Deputi bidang Kesatuan Bangsa.
Setelah pensiun, Sony masuk Partai Berkarya, partai yang didirikan Tommy Soeharto, putra bungsu mendiang Presiden Soeharto. Bahkan Sony terdaftar sebagai caleg Berkarya dalam pemilu legislatif tahun 2019. Tapi gagal ke Senayan, karena Partai Berkarya tak lolos parliamentary treshold.
Selain pernah jadi caleg partai, Sony juga rupanya pernah jadi calon Wakil Gubernur Banten pada tahun 2016. Berpasangan dengan Mayjen (Purn) Ampi Nurkamal Tanujiwa, Sony maju ke gelanggang pemilihan lewat jalur independen. Tapi kemudian gagal maju. (Supriyatna/Daily News Indonesia)