Daily News|Jakarta – Komisi III DPR RI telah memilih lima nama pimpinan KPK baru untuk periode 2019-2023. Salah satu nama yang terpilih adalah Nawawi Pomolango. Dia adalah seorang hakim yang mengawali karirnya sebagai hakim pada 1992 di PN Soasio Tidore, Kabupaten Halmahera Tengah.
Lantas, pada 1996, Nawawi dipindah tugaskan sebagai hakim di PN Tondano, Sulawesi Utara. Lima tahun kemudian, dia dimutasi sebagai hakim PN Balikpapan dan pada 2005 dimutasi lagi ke PN Makassar.
Nawawi mulai dikenal saat bertugas di PN Jakarta Pusat dalam kurun 2011-2013. Nawawi kerap ditugaskan mengadili sejumlah kasus rasuah yang ditangani KPK karena punya di bidang ini. Nawawi kembali ke Jakarta sebagai Ketua PN Jakarta Timur pada 2016. Saat menjadi Ketua PN Jaktim, Nawawi pernah menjadi hakim Pengadilan Tipikor Jakarta.
Nawawi pernah menjatuhkan vonis 8 tahun penjara kepada eks hakim Mahkamah Konstitusi, Patrialis Akbar, dalam kasus suap terkait uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dia juga pernah menghukum eks Ketua DPD Irman Gusman selama 4,5 tahun penjara dalam kasus suap kuota gula impor.
Selain itu, pada 2013, Nawawi pernah menjadi anggota majelis hakim dalam sidang kasus suap pengaturan kuota impor sapi dan pencucian uang dengan terdakwa eks Presiden PKS, Luthfi Hasan Ishaaq, dan menjatuhkan vonis 16 tahun penjara dan denda Rp1 miliar kepada Luthfi.
Pada akhir 2017, Nawawi kembali mendapat promosi sebagai hakim tinggi pada PT Denpasar sampai saat ini. Merujuk pada laman resmi PT Denpasar, jabatannya saat ini merupakan hakim utama muda. Nawawi terakhir melaporkan LHKPN pada 26 Maret 2019. Total harta kekayaannya sebesar Rp 1.893.800.000.
Dalam fit and proper test capim KPK pada Rabu (11/9) kemarin, Nawawi melontarkan kritik-kritik tajamnya ke KPK. Dia mengkritik penyadapan KPK yang dianggapnya berlebihan, program pencegahan yang baru sebatas kegiatan berkeliling dengan bus antikorupsi hingga wadah pegawai (WP) KPK yang dinilainya berpolitik.
“WP KPK saya sangat setuju, saya kembali mengutip vokalis DPR, bagaimana mungkin wadah pegawai itu, wadah pegawai yang merupakan struktur birokrasi negara kemudian beroposisi terhadap kebijakan pemerintah, lucu kan,” kata Nawawi di ruang rapat Komisi III DPR, Gedung Nusantara II, Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (11/9).
Gagasan soal Pemberantasan Korupsi
Di tengah paparannya mengenai kekurangan-kekurangan KPK, capim Nawawi Pomolango memaparkan gagasannya mengenai operasi tangkap tangan (OTT) yang disempurnakan. Apa itu?
“Bukan OTT itu haram, tapi harus diubah,” kata Nawawi dalam tes wawancara capim KPK di depan Komisi III, DPR, Senayan, Jakarta (11/9/2019).
Dia lantas mengungkap pandangan pakar hukum Romli Atmasasmita mengenai OTT yang seharusnya. Nawawi sepakat dengan pandangan itu. Menurut dia, tim KPK setelah melakukan OTT, harus melakukan pendampingan ke divisi atau lembaga tempat terjadinya OTT.
“(KPK harusnya) menjadi coach. Bukan nangkap, ambil, lalu dua tahun kemudian ditangkapin lagi, karena KPK berhenti pada OTT-nya. Seharusnya jangan berhenti di OTT. Bangun sistem di situ. Itu yang saya sebut OTT yang disempurnakan,” ucap pria yang kini menjabat hakim Pengadilan Tinggi Bali itu.
Dalam fit and proper test, Nawawi juga menyampaikan setuju dengan rencana revisi UU Nomor 30/2002 tentang KPK. Tapi revisi ini disebut Nawawi tidak harus dilakukan seluruhnya. Tapi untuk revisi mengenai poin koordinasi KPK ke Kejagung dalam penuntutan, Nawawi menolaknya. Koordinasi penuntutan ini, disebut Nawawi, membuat posisi KPK tidak independen.
“Setuju tidak keseluruhan. SP3 saya setuju, it’s OK” kata Nawawi dalam fit and proper test capim KPK di Komisi III DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (11/9/2019).
Nawawi lolos menjadi pimpinan KPK dengan mengantongi 50 suara dalam voting yang digelar oleh Komisi III DPR di Gedung DPR, Senayan, Jakarta, Jumat (13/9) dini hari. Selain Nawawi, empat pimpinan lain yang terpilih adalah Irjen Firli Bahuri, Alexander Marwata, Lili Pintauli Siregar, dan Nurul Ghufron.