Daily News|Banjarbaru – Hari Kamis, 19 September 2019, saya diundang Kementerian Dalam Negeri untuk meliput kegiatan Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo di Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan. Di kota itu, Menteri Tjahjo akan membuka acara Pekan Kerja Nyata Gerakan Revolusi Mental.
Berangkat dari Bandara Soekarno Hatta pukul 10.10 WIB, tiba di Bandara Syamsudin Noor, sekitar pukul 12.00 WIT lewat beberapa menit. Bandara Syamsudin Noor sendiri ada di Banjarbaru, sebuah kota hasil pemekaran dari Kota Banjarmasin. Dari bandara saya ngekor rombongan Mendagri yang hendak makan siang dulu.
Di sebuah rumah makan yang tak begitu besar, rombongan Mendagri berhenti. Di rumah makan itu, Menteri Tjahjo makan siang. Selesai makan siang, menuju hotel yang akan jadi tempatnya menginap. Sementara saya dan beberapa wartawan yang ikut ditemani beberapa staf humas Kemendagri langsung menuju tempat acara.
Acara Pekan Kerja Nyata Gerakan Revolusi Mental sendiri digelar di sekitar komplek perkantoran Pemerintah Provinsi Kalimantan Selatan. Areanya luas. Kantor Gubernur, dan dinas-dinas ada di situ.
Kini, pusat pemerintahan Provinsi Kalsel ada di Banjarbaru. Tadinya di Banjarmasin. Tapi kemudian Pemerintah Provinsi Kalsel mengikuti jejak Malaysia, memindahkan pusat pemerintahannya. Malaysia pindahkan pusat pemerintahan ke Putrajaya. Pemerintah Provinsi Kalsel ke Banjarbaru yang letaknya tak jauh dari Banjarmasin, pusat pemerintahan yang lama.
Hawa sangat terik ketika saya tiba di sana. Acara belum dimulai. Sempat duduk-duduk dulu di tenda besar yang menghadap ke panggung. Tapi rasa haus begitu menyiksa. Ada satu wartawan dari sebuah media mengajak cari minum. Semua ikut, karena semua merasa haus.
Kami pun bergegas keluar dari tenda, menuju ke jejeran stand yang berdiri di kiri, kanan dan belakang tenda. Acara Pekan Kerja Nyata Gerakan Revolusi Mental dimeriahkan juga dengan pameran. Di belakang tenda tempat acara utama, banyak yang jual makanan dan minuman. Saya dan beberapa teman wartawan beli es dawet. Sementara yang lain ada yang beli es tebu. Lumayan bisa usir dahaga.
Penjual dawet mengaku asal Semarang. Saya lupa bertanya namanya. Ketika sedang asyik minum dawet, di angkasa tampak helikopter bolak balik membelah langit. Helikopter itu membawa kantong besar yang diikat tali. Tampak kantong besar terayun-ayun begitu helikopter melintas di kejauhan. Kata si penjual dawet, sedang ada kebakaran hutan. Ia sebut kebakaran terjadi di gunung.
Cuma saya lupa tanya gunung apa namanya. Mungkin saja hanya bukit. Karena dari sejak saya tiba, sepanjang perjalanan tak tampak gunung menjulang. Helikopter yang bolak-balik berputar membawa kantong besar itu, ternyata sedang berusaha keras memadamkan api yang membakar lahan. Saya sempat tanya, tentang asap di Kota Banjarbaru. Apakah, juga mampir dan mengepung kota?
Si Mas penjual dawet menjawab, kalau pagi hari, kabut asap kadang menyerbu. Tapi tak begitu parah. Jika siang, mulai hilang. “Tapi kalau sore, suka datang lagi,” begitu Mas Penjual Es Dawet bertutur.
Lalu saya tanya, apakah sudah turun hujan?. Dia menjawab, belum. Lalu tanpa diminta, ia malah bercerita. Katanya, di Kalimanten Tengah, provinsi tetangga Kalsel, ada sayembara, siapa yang bisa mendatangkan hujan, akan dapat hadiah duit. Hadiahnya bukan main gede. Hadiahnya Rp 3 miliar.
Saya tertawa mendengar ceritanya. Antara percaya dan tidak percaya. Si Mas Penjual Es Dawet kembali melanjutkan ceritanya. Di media sosial ramai soal sayembara itu. “Apa ada yang bisa datangkan hujan?” Tanya saya. Dia tertawa, lalu berkata.” Belum ada mas.”
Ya, hujan adalah yang paling dinanti masyarakat terutama yang tinggal di Riau, Jambi, Sumatera Selatan dan yang ada di Kalimantan. Di provinsi-provinsi itu, warga sedang didera derita, disekap kabut asap karena kebakaran hutan dan lahan atau yang tenar disebut karhutla.
Hujan pun paling diharapkan. Dinanti dengan segala doa. Maka, solat Istisqa pun banyak digelar di mana-mana, memohon kepada Tuhan, agar menurunkan hujan. Karena asap telah buat mereka sangat menderita. Telah jadi petaka yang menyiksa.