Daily News|Jakarta – Pemerintah mengkalkulasi jumlah masyarakat Indonesia yang beresiko terjangkit virus corona mencapai 600 ribu hingga 700 ribu orang.
Juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona Achmad Yurianto menjelaskan angka tersebut didapat dari simulasi penelusuran terhadap pihak yang melakukan kontak dekat dengan pasien positif corona selama 14 hari terakhir.
Semisal jika seorang pasien positif corona berada di rumah, maka seluruh rumah akan diperiksa dan dinilai sebagai pihak yang diduga terjangkit virus atau beresiko terjangkit virus.
Begitu juga jika pasien positif corona beraktivitas di kantor, maka seluruh orang di kantor serta di dalam ruang kerja itu akan dilakukan pemeriksaan.
“Kemungkinan yang kita miliki, yakni population of risk, adanya kelompok orang yang berisiko adalah pada kisaran 600.000 hingga 700.000 (orang),” ujar Yurianto dalam jumpa pers di Gedung BNPB, Jakarta, Jumat (20/3/2020).
Yurianto menambahkan pemerintah berencana melakukan tes virus corona secara asal bagi pihak-pihak yang memiliki peluang kontak dengan pasien positif virus corona.
Presiden Joko Widodo menyatakan rapid test virus corona dimulai Jumat (20/03) sore untuk wilayah-wilayah yang sudah diketahui memiliki kontak dengan pasien positif Covid-19.
Pemerintah mengeklaim telah “menyiapkan satu juta kit untuk tes massal”.
Tepat tiga pekan setelah Indonesia mengonfirmasi kasus pertama virus yang punya nama resmi Covid-19 tersebut, pemerintah memulai tes massal.
Presiden Jokowi dalam jumpa pers di Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (20/03) mengatakan “rapid test dimulai sore ini, mendatangi rumah ke rumah, dengan prioritas untuk daerah yang paling rawan di Jakarta Selatan”.
Lebih lanjut Presiden menyatakan tes massal virus corona ini dimaksudkan untuk indikasi awal tertular atau tidaknya orang-orang yang berada di tracing kontak pasien positif terjangkit virus corona.
“Pemerintah telah memutuskanuntuk melakukan desentralisasi tes, memberi kewenangan kepada laboratorium-laboratorium yang telah ditunjuk Kementerian Kesehatan,” kata Presiden Jokowi.
Data yang dimiliki pemerintah menunjukkan orang yang berisiko terpapar virus corona antara 600.000 sampai 700.000.
Pemerintah mengatakan “menyiapkan sekitar satu juta kit tes massal”.
“Bila risikonya rendah tentu tidak dilakukan rapid test,” kata Achmad Yurianto, juru bicara pemerintah untuk penanganan virus corona, dalam konferensi pers Jumat (20/03) sore di Jakarta.
Dalam perkembangan terkait, Dinas Kesehatan Jakarta mengatakan menerima 520 kit untuk rapid test yang dipakai untuk melakukan uji di Jakarta Selatan.
Gubernur Jakarta, Anies Baswedan, mengatakan Jakarta ditetapkan sebagai tanggap darurat bencana Covid-19, yang berlaku untuk 14 hari ke depan dan dapat diperpanjang sesuai perkemgangan di lapangan.
Di Jakarta terdapat 224 kasus positif virus corona, dengan angka kematian 20 orang. (DJP)
Apa Langka Pemerintah?
Pemerintah akan menelusuri kegiatan pasien positif Covid-19 hingga 14 hari ke belakang, misalnya beraktivitas di mana saja dan bertemu siapa saja.
“Bila yang bersangkutan ada di rumah, maka seluruh anggota rumah kita tes. Bila ia ada di kantor, maka seluruh orang yang ada di kantor kita tes,” tegas Achmad Yurianto.
Jadi tidak semua orang akan diperiksa dengan tes massal ini.
Yurianto menambahkan, “Dikonotasikan pemeriksaan secara massal adalah orang yang memiliki peluang untuk kontak dengan kasus positif.”
Hingga Jumat (20/03) pemerintah Indonesia sudah memiliki 2.000 kit dan telah memesan 2.000 kit lainnya untuk hari berikutnya, serta 100.000 kit untuk hari berikutnya lagi.
Achmad Yurianto menjelaskan metode yang dipakai dalam tes massal berbeda dengan pemeriksaan diagnosis selama ini.
“Kita akan pemeriksaan darah, darah diambil sedikit. Kurang 2 menit sudah selesai hasilnya. Tentu sensitivitasnya beda. Namun ini screening awal, penapisan awal secara massal.”
Tujuan tes massal ini adalah untuk menemukan kasus-kasus yang berpotensi menjadi positif pada pemeriksaan PCR.
“Oleh karena itu, hasil dari screening, apabila positif tentunya akan kita tindaklanjuti dengan pemeriksaan PCR untuk memastikan positif yang sesungguhnya,” demikian keterangan Achmad Yurianto.
Langkah selanjutnya bila positif screening, pemerintah akan sosialisasikan tentang self isolation.
“Orang ini berada di rumah, melakukan kegiatan yang baik, pakai masker, jaga jarak dengan anggota keluarga lain, dan asupan gizi yang baik. Ini untuk mengurangi beban RS,” kata Achmad Yurianto.
Lebih lanjut Yurianto menambahkan, “Bila tes cepat positif, PCR positif dan ada gejala maka orang tersebut dirawat.”
Menurut Presiden Joko Widodo, pemerintah sedang menyiapkan infrastruktur-infrastruktur pendukung yaitu rumah isolasi dan rumah sakit.
Wisma Atlet Kemayoran di Jakarta siap dijadikan rumah sakit darurat Covid-19 dan juga sebagai rumah isolasi pada Sabtu malam 21 Maret 2020.
Pulau Sebaru di Kepulauan Seribu dan Pulau Galang di Kepulauan Riau juga disiapkan sebagai tempat karantina, observasi dan isolasi. Pulau Galang dinyatakan akan selesai pada Sabtu 28 Maret 2020.
Sementara itu, rumah sakit TNI, rumah sakit Polri dan rumah sakit milik BUMN juga disiapkan sebagai rumah sakit rujukan Covid-19.
Pemerintah mengajak rumah sakit swasta yang akan ditingkatkan kemampuannya dalam menangani virus corona.
Menurut Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto, pemerintah juga menyiapkan sejumlah hotel serta Wisma Atlet sebagai fasilitas penanganan penyakit Covid-19.
Sementara kata Presiden Jokowi, “Saya akan menggerakkan seluruh kekuatan pemerintah, dan kekuatan negara bangsa untuk mengatasi kesulitan ini. Baik masalah kesehatan maupun masalah sosial ekonomi yang mengikutinya.”
Pemerintah siapkan obat
Pemerintah mengingatkan kembali bahwa Covid-19 self limited disesase alias bisa sembuh sendiri dengan berbasis imunitas.
Dengan demikian pemerintah menyatakan tidak menunggu obat dan vaksin definitif untuk penyakit ini.
Presiden Jokowi menyatakan pemerintah menyiapkan obat dari hasil riset dan pengalaman beberapa negara.
“Obat tersebut akan sampai kepada pasien yang membutuhkan melalui dokter keliling dari rumah ke rumah melalui rumah sakit dan puskesmas di kawasan yang terinfeksi. Saya sudah minta pada BUMN Farmasi yang memproduksi ini untuk memperbanyak produksinya,” kata Presiden Jokowi.
Pernyataan Presiden ini menimbulkan pertanyaan apakah virus corona baru sudah ada obatnya.
Kata Presiden Jokowi, “Antivirus sampai sekarang belum ditemukan. Yang saya sampaikan ini obat. Obat ini telah dicoba 1,2,3 negara dan memberi kesembuhan yaitu Avigan. Kita datangkan 5.000 dan dalam pemesanan dua juta. Yang kedua klorokuin, kita telah siap tiga juta.”
Menutup pernyataan mengenai langkah-langkah yang telah diambil pemerintah, Presiden Jokowi menandaskan, “Kecepatan ini yang ingin saya sampaikan. Kita ini tidak diam, kita cari informasi-informasi untuk selesaikan Covid 19.”
Pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) telah memperpanjang masa darurat bencana wabah penyakit akibat virus corona di Indonesia hingga 29 Mei 2020.
“Perpanjangan Status Keadaan Tertentu sebagaimana dimaksud dalam diktum KESATU berlaku selama 91 (sembilan puluh satu) hari, terhitung sejak tanggal 29 Februari 2020 sampai dengan tanggal 29 Mei 2020,” sebut putusan BNPB yang diteken Kepala BNPB Doni Monardo dalam surat keputusan yang diterima wartawan, Selasa (17/03).
Perpanjangan masa darurat ini, sebagaimana tercantum dalam surat keputusan yang telah diteken sejak 29 Februari 2020 itu, berimbas pada dana.
“Segala biaya yang dikeluarkan sebagai akibat ditetapkannya Surat Keputusan ini dibebankan pada Dana Siap Pakai yang ada di Badan Nasional Penanggulangan Bencana,” sebut surat tersebut.
Masa darurat bencana diatur dalam UU No 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan Bencana.
Dalam UU tersebut, bencana dibagi menjadi tiga jenis.
Yakni bencana alam, nonalam dan bencana sosial. Wabah penyakit Covid-19 termasuk dalam jenis bencana nonalam.
“Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit,” bunyi Pasal 1 Ayat 3 UU No.24 Tahun 2007.
Dalam masa darurat bencana tersebut, sebagaimana dijabarkan pada Pasal 50, BNPB mempunyai kemudahan akses, antara lain pengerahan sumber daya manusia, pengerahan peralatan, dan pengerahan logistik.
BNPB juga punya komando untuk memerintahkan sektor atau lembaga.
Walau masa darurat diperpanjang, Presiden Joko Widodo melarang pemerintah daerah menetapkan status ‘lockdown’ sebagai langkah pengendalian Covid-19.
“Saya tegaskan yang pertama bahwa kebijakan lockdown baik di tingkat nasional maupun di tingkat daerah adalah kebijakan pemerintah pusat. Kebijakan ini tidak boleh diambil oleh pemerintah daerah,” kata Presiden Jokowi di Istana Presiden, Senin (16/03).
Pemerintah, menurutnya, tidak memiliki opsi lockdown untuk pengendalian Covid-19. “Sampai saat ini tidak ada kita berpikiran ke arah kebijakan lockdown,” tambahnya.
Presiden Jokowi juga menegaskan setiap kebijakan yang diambil oleh pemerintah daerah terkait dengan pengendalian Covid-19, harus berkoordinasi dengan pemerintah pusat.
“Saya minta pada daerah untuk berkonsultasi membahasnya dengan Kementerian terkait dan Satgas pengendalian Covid-19,” tambah Jokowi.
Presiden Joko Widodo menyerukan pentingnya membatasi jarak sosial atau “social distancing” di tengah lonjakan kasus infeksi virus corona di Indonesia.
Hari itu, Minggu (15/03) kasus positif virus corona telah mencapai angka 117 dari dua pekan sebelumnya hanya enam kasus.
“Kesehatan rakyat nomor satu. Yang paling penting saat ini social distancing: bagaimana kita jaga jarak … kita kerja dari rumah, belajar dari rumah, dan ibadah di rumah,” kata Jokowi kepada media pada Minggu (15/3).
“Setiap daerah bisa menentukan status daerahnya. Siaga darurat atau tanggap darurat bencana nonalam,” katanya saat memberikan keterangan di Istana Bogor.
Sebelumnya, WHO meminta Indonesia untuk menerapkan sejumlah langkah termasuk menetapkan status darurat nasional di tengah meningkatnya infeksi virus corona.
Dalam surat kepada Presiden Joko Widodo tertanggal 10 Maret, Direktur Jenderal WHO Thedros Adhanom, meminta Indonesia melakukan sejumlah langkah termasuk, “meningkatkan tanggapan darurat termasuk pernyataan status darurat nasional.
“Sayangnya, kami melihat kasus-kasus yang tak terdeteksi atau pendeteksian yang lemah pada tahap awal wabah yang menghasilkan peningkatan signifikan dalam jumlah kasus dan kematian di beberapa negara,” tulis Adhanom tanpa merinci negara-negara yang dimaksud.
“Di daerah di mana terjadi penularan lokal yang tak terdeteksi atau pendeteksiannya lemah, WHO sangat menyarankan langkah-langkah ini.” (DJP)
Discussion about this post