Daily News|Jakarta – Pangdam IX/Udayana, Mayor Jenderal TNI Benny Susanto memimpin upacara pelepasan jenazah aktivis hak asasi manusia H.S. Dillon yang berlangsung di rumah duka RSAD Udayana, di Jalan Sudirman, Denpasar, Selasa (17/9/2019). Selain dikenal sebagai aktivis HAM, sosok Dillon juga dikenal menjadi ikon dalam hal persahabatan antara India dan Indonesia.
“Hari ini saya memimpin upacara pelepasan jenazah almarhum ke tempat krematorium untuk dikremasi karena beliau mendapatkan hak untuk diupacarai secara militer untuk pemakaman,” kata Pangdam IX/Udayana, Mayor Jenderal TNI Benny Susianto, setelah melepas jenazah Dillon, di RSAD Udayana.
Benny mengatakan almarhum Dillon pernah mendapatkan tanda kehormatan Jasa Bintang Mahaputra Utama. Tanda kehormatan itu, diserahkan langsung oleh Presiden Joko Widodo tahun 2015. Menurut dia, ini merupakan penghargaan tinggi, sehingga patut memberikan penghormatan kepada almarhum HS Dillon.
“Bintang jasa yang beliau miliki adalah Mahaputra Utama. Ini penghargaan yang diberikan negara. Saya yakin negara memberikan bukan pada orang sembarangan, karena ini penghargaan yang tinggi sehingga kami patut memberikan penghormatan kepada beliau,” ucap Benny.
Pihaknya juga merasakan kehilangan dari sosok Dillon, dalam memberikan kontribusi yang besar untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Untuk itu, Benny berharap kita dapat meneladani sosok dari Dillon.
Ikon Persahabatan
Sosok Dillon menjadi ikon dalam hal persahabatan antara India dan Indonesia, kata seorang humanis spiritual dan budayawan keturunan India, Anand Krishna, saat ditemui di rumah duka HS Dillon di RSAD Udayana di Jalan Sudirman Kota Denpasar, Bali, Selasa (17/9/2019).
“Saya juga melihat beliau adalah ikon dalam hal persahabatan antara India dan Indonesia, perbuatannya, kerja samanya, untuk meningkatkan hubungan itu di berbagai forum internasional maupun nasional dan jasa-jasa beliau untuk Indonesia akan kita kenang sepanjang masa, sebagai teman seperjuangan dengan Gus Dur juga pada masanya,” katanya.
Dillon meninggal dunia pada usia 74 tahun dalam perawatan karena sakitnya di RS Siloam Bali di Jalan Sunset Road, Kuta, Badung. Dillon dinyatakan meninggal karena penyakit komplikasi jantung dan paru-paru pada Senin (16/9), sekitar pukul 18.27 Wita.
Soal penyakit komplikasi yang diderita HS Dillon, Anand Krishna mengatakan bahwa pihaknya telah mengetahui tentang penyakit Dillon itu sejak dua tahun lalu. Ia menjelaskan meskipun HS Dillon dalam kondisi sakit, tetap berkarya dan mandiri dengan hanya ditemani protokolnya.
“Saya sudah mengetahui waktu itu hampir dua tahun yang lalu, jadi beliau sedang mengalami apa yang disebut gagal jantung, jadi jantungnya sudah mulai kacau dan yang saya lihat itu semangat beliau, ya tapi dalam keadaan, begitu pun dia masih bisa berkarya, ke mana-mana dan sendirian cuma didampingi oleh protokolnya dan sebagainya yang salah satu inspirasi bagi kita semua,” ucap Anand.
Ia mengaku memiliki kedekatan hubungan dengan Dillon, utamanya keterlibatan Dillon dalam menulis kata pengantar di salah satu bukunya. “Saya dekat dengan beliau dalam kondisi apapun dan juga sama saya ketika mengalami guncangan dan saya ingat juga beliau menulis kata pengantar untuk salah satu buku saya jadi banyak sekali,” katanya.
Dillon meninggalkan seorang istri, Drupadi S. Harnopidjati dan tiga anak, Haryasetyaka Singh Dillon, Mahawira Singh Dillon, dan Mahareksha Singh Dillon. Selama hidupnya, Dillon pernah mengabdi sebagai tokoh Indonesia di bidang HAM dan sosial ekonomi.
Ia pernah menjabat sebagai Direktur Kemitraan bagi Pembaruan Tata Pemerintahan. Sebelumnya, juga pernah menjadi utusan khusus kepresidenan urusan penanggulangan kemiskinan.
Setelah dilakukan upacara pelepasan, jenazah Dillon, untuk kemudian dikremasi di krematorium yang beralamat di Mumbul, Nusa Dua. Selanjutnya akan dimakamkan menuju Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta Selatan.
Discussion about this post