Daily News|Jakarta – Ketua Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI, Abhan, memastikan bakal menjatuhkan sanksi bagi peserta Pilkada Serentak 2020 yang melanggar protokol covid-19.
Sanksi itu berupa sanksi administratif yang menjadi kewenangan Bawaslu dan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Sanksi administratif murni kewenangan KPU dan Bawaslu. Berupa teguran atau menghentikan proses yang dilakukan paslon, saran perbaikan, atau menghentikan proses yang berjalan,” ujar Abhan usai rapat terbatas bersama Presiden Joko Widodo seperti disiarkan melalui akun Youtube Sekretariat Presiden, Selasa (8/9).
Peserta pilkada yang melanggar, menurut Abhan, juga dapat dijatuhi sanksi pidana. Meski di UU Pilkada tak mengatur soal sanksi pidana, namun pelanggar protokol kesehatan dapat dikenai ketentuan Pasal 212 dan 218 KUHP dengan tuduhan melawan pejabat saat melakukan tugas dengan ancaman pidana satu tahun.
Abhan menuturkan, aparat penegak hukum juga dapat menggunakan UU 6/2018 tentang Karantina Kesehatan tentang ancaman pidana bagi orang yang tidak mematuhi atau menghalangi.
Ketentuan sanksi bagi pelanggar protokol kesehatan juga diatur dalam peraturan daerah masing-masing.
“Ini pidana umum, jadi murni kewenangan penyidik kepolisian. Tugas Bawaslu meneruskan persoalan ini ke polisi,” katanya.
Terkait kerumunan yang sempat muncul saat pendaftaran pasangan calon beberapa waktu lalu, Abhan mengklaim telah mengeluarkan surat imbauan melalui Bawaslu daerah kepada pimpinan partai setempat.
“Sudah ada surat imbauan agar saat pendaftaran paslon tidak membawa arak-arakan. Namun masih ada yang melibatkan massa cukup banyak di luar area KPU,” ucapnya.
Sementara itu Ketua KPU Arief Budiman menegaskan sanksi bagi peserta pilkada yang melanggar protokol kesehatan telah dimulai sejak proses pendaftaran.
Namun, kewenangannya bersama Bawaslu adalah sebatas menegur agar menjaga jarak.
“Kalau terjadi saat pencalonan akan kami keluarkan, nggak boleh daftar. Misalnya membawa massa masuk ke area pendaftaran.
Kalau kampanye, diingatkan jaga jarak dan bisa saja dihentikan kegiatan kampanyenya. Kalau ada unsur pidana ya dipidanakan,” terangnya.
Tahapan pilkada diketahui telah dimulai dengan pendaftaran bakal pasangan calon kepala daerah Jumat (4/9)-Minggu (6/9) lalu.
Pada hari pertama pendaftaran, sejumlah pasangan di daerah beramai-ramai melakukan konvoi. Tak sedikit dari mereka yang juga menghadirkan kerumunan.
Diminta lebih tegas
KPU sebelumnya diminta lebih berkomitmen dalam menerapkan protokol.
Direktur Eksekutif Political and Public Policy Studies (P3S) Jerry Massie mengatakan, KPU selaku penyelenggara seharusnya menyusun peraturan KPU (PKPU) dengan sanksi yang tegas mengenai pelanggaran protokol kesehatan.
Ia melihat pada awal masa pendaftaran saja, sanksi yang diberikan KPU terhadap pelanggar protokol kesehatan masih belum tegas.
“Apabila salah satu paslon melanggar protokol kesehatan dibuatlah sanksi tegas, yaitu tidak dapat mengikuti pencalonan. Minimal buat sanksi yang tegas untuk efek jera,” kata Jerry dalam keterangan tertulisnya yang diterima CNNIndonesia.com, Selasa (8/9).
Jerry menyayangkan KPU kecolongan dengan aksi arak-arakan dan konvoi dari bakal pasangan calon peserta Pilkada pada tahap pendaftaran. Menurt dia, KPU harus lebih mengetatkan aturan selama Pilkada dilangsungkan di tengah pandemi Covid-19.
Pasalnya, ia khawatir dengan kondisi saat ini justru memicu klaster baru, klaster pilkada. Ditambah, saat ini penambahan kasus positif di Indonesia masih terus meningkat. (DJP)
Discussion about this post